ROTAN BALANGAN, DULU DAN SEKARANG
Balangan
sejak dulu sudah dikenal sebagai daerah sentra penghasil rotan di Banua, bahkan
menjadi pemasok utama bagi industry kerajinan rotan di Hulu Sungai Utara (HSU).
Bahkan
ketika Balangan masih menjadi bagian HSU, di tiap kecamatan ada pengumpul besar
berbagai jenis rotan untuk dikirim ke Amuntai, Banjarmasin, dan Kalimantan
Tengah.
Menurut
salah satu mantan pedagang pengumpul rotan, Haji Sanusi, pada tahun 1990 hingga
2000-an banyak pengumpul rotan yang ada di Balangan. Bahkan menurut warga desa
Sungai Katapi ini, hampir tiap desa ada pembeli rotan yang mengumpulkan rotan
dari warga yang mencari rotan, baik itu jenis rotan paikait (rotan kecil),
walatung (rotan sedang), dan manau (rotan ukuran besar).
Pria
paruh baya ini mengisahkan bahwa dulu bisnis rotan sangat ramai dan
menjanjikan. Tiap minggu puluhan truk membawa rotan untuk dikirim ke berbagai
daerah.
Tapi
sejak tahun 2005-an bisnis rotan mulai berguguran karena para pembelinya tidak
ada lagi. Ini dampak dari pemerintah tidak memperbolehkan ekspor rotan mentah.
Permintaan pun menurun hingga rotan tak laku. Padahal potensi rotan kita sangat
menjanjikan dari segi ekonomi,” ujar Sanusi.
Senada dengan itu, Haji Misbah yang merupakan
salah satu perajin rotan di Amuntai mengatakan selain membuat kerajinan rotan,
dulu dirinya juga mengirim rotan mentah secara langsung untuk dijual.
Kini
warga desa Sungai Limas, Kecamatan Haur Gading, HSU ini mengaku hanya bisa
menjual rotan dalam bentuk jadi, baik itu dalam bentuk mebel mapun kerajinan
untuk kebutuhan hidup sehari-hari.
“Rotan
yang saya gunakan kebanyakan berasal dari Balangan dan Kalimantan Tengah. Itu
pun jumlahnya terbatas sesuai dengan kemampuan produksi dan permintaan,” ungkap
pria 42 tahun ini.
Pada
masa jayanya, sebanyak apa pun rotan yang ada pasti ada yang membeli. Hal ini
disebabkan mereka akan menjual kembali dengan harga tinggi ke pedagang besar di
Banjarmasin dan Surabaya.
“Tapi
sejak tidak boleh menjual rotan mentah, permintaan rotan turun drastic. Sejak
itulah industri rotan meredup dan perlahan mati,” jelas Misbah.
Salah
seorang pencari rotan, Aspi, menyebutkan dirinya bersama tiga teman lainnya
tiap minggu bisa menjual satu truk penuh rotan, atau sekitar 3000 hingga 5000
batang rotan ke Amuntai. Jumlah ini belum ditambah dengan hasil pencarian
daerah lain seperti di Halong dan Tebing Tinggi.
“Di Balangan rotan yang laku dijual hanya jenis
walatung dan manau, sedangkan jenis paikat tidak laku karena tak ada
pembelinya. Rotan Balangan masih melimpah ruah. Tapi pembeli dan harganya
kadang-kadang jauh dari harapan. Karena itu mencari rotan untuk dijual tidak
selalu dilakukan karena terkadang tak sepadan dengan lelahnya,” pungkas Aspi.
No comments:
Post a Comment