Wednesday, 4 May 2016

Bangunan Arsiktektur Eropa Zaman Belanda

Menalaah Bangunan Arsiktektur Eropa Zaman Belanda II
PARINGIN, Distrik Balangan adalah bekas distrik (kawedanan) yang merupakan bagian dari wilayah administratif Onderafdeeling Alabio dan Balangan pada zaman kolonial Hindia Belanda dahulu. Kini wilayah distrik ini telah berkembang menjadi Kabupaten Balangan.
Ditinjau dari sisi sejarah, khususnya pada masa perjuangan fisik melawan Belanda, Balangan memang berbeda dari HSU. Pertahanan Amuntai dipegang oleh pemerintahan militer Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI) Divisi IV Kalimantan dengan sebutan “BN. 5”, sedangkan Paringin punya kode “R. 27 – B”.
Pada masa kolonial, guna memaksimalakan produksi karet di seluruh wilayah adBalangan pemerintah kolonial Belanda mempunyai strategi khusus dalam perniagaan karet. Dimana strategi khusus itu, dinamakan system kupon, yaitu hadiah yang diberikan setiap tahunnya bagi pemilik kebun, karet yang selalu memelihara kebun karetnya dengan baik sehingga terawat dan bersih serta hasil sadapannya yang baik.
Strategi yang dijalankan Belanda guna mengambil keuntungan sebagai pihak pemegang monopoli perdagangan karet dalam jumlah besar ini ternyata, cukup efektif untuk memancing pemilik kebun karet memelihara kebun karet dan kualitas karetnya sehingga meningkatkan pendapatan para pemilik kebun.
Masa kejayaan karet ini menjadikan para pemilik kebun besar mempunyai kemapanan ekonomi dimasanya. Sehingga mereka mempunyai kesempatan membangun rumah berasektektur Eropa yang digabung dengan arsiktektur yang dikenal dengan istilah Rumah Kuna.
Ada tiga buah rumah Kuna di Kabupaten Balangan tepatnya di Desa Simpang Tiga dan Hilir Pasar Kecamatan Lampihong yang dibangun pada masa kolonial Belanda yang dibangun sekitar tahun 1932.
Ketiga rumah Kuna ini masing-masing milik Alm. H. Sjoekoer dan Alm. H Densi di Desa Simpang Tiga sedangkan satu lagi rumah Kuna milik Alm. H. Sulaiaman yang merupakan Alm. H Densi di Desa Hilir Pasar, namun sayang rumah ini terlihat kurang terawat bila dibandingkan dengan kedua rumah Kuna lainnya. Diketahui Alm. H. Densi merupakan pemilik kebun karet besar di wilayah Batu Mandi pada masa kolonial Belanda.
Arsitektur rumah Kuna ini merupakan perpaduan antara arsitektur tradisional dengan arsitektur Eropa. Arsitektur Eropa ditandai dengan pengunaan beton pada bagian depan ataupun bawah (lantai) sedangkan arsitektur tradisional ditegaskan dengan bentuk rumah panggung dan bentuk pintu dan jendela yang tinggi besar. Fasat depan penuh dengan jendela kupu-kupu yang berbentuk angin-angin. Ciri tradisional lainnya ditandai dengan adanya makam dan kolam air di samping rumah (rumah milik Alm. H. Sjoekoer). Selain itu, rumah Kuna milik Alm. H. Densi pada bagian depannya ada bangunan kecil seperti pos penjagaan. Bangunan kecil ini adalah rumah uang (brankas) yang digunakan untuk menyimpan uang hasil penjualan karet pada masa itu, hal ini membuktikan wilayah Balangan secara umum pernah mengalami jaman kejayaan karet dimasa kolonial Belanda.
’’Rumah Kuna milik Alm. H. Sjoekoer juga pernah dipakai oleh tentara Belanda saat masa revolusi pada tahun 1948-1949,’’ ujar Johansyah (63thn) salah satu warga Desa Simpang Tiga.
Rumah Kuna milik Alm. H. Sjoekoer, menurut Johansyah, dipilih Belanda sebagai pos tentaranya karena letaknya yang strategis yakni, terletak di pinggir jalan raya Amuntai-Paringin dan juga hanya berjarak sekitar 100 meter dari sungai Balangan.
Sehingga dengan menempati rumah tersebut, pihak Belanda dengan leluasa melakukan mobilisasi pasukan dari Amuntai ke Paringin akan lebih mudah baik lewat jalan darat maupun melaui jalur air yakni, mengunakan sungai Balangan yang bermuara ke daerah Amuntai ataupun Alabio hingga ke sungai Barito.
Kini Rumah Kuna milik Alm. H. Sjoekoer tersebut, kini ditempati oleh sang cucu yakni, H Farhan bin H Halidi.
“Saat Belanda memakai rumah kami sebagai markasnya, Ayah dan kakek pergi mengungsi ke tempat keluarga lain yang juga berada di Lampihong,” ungkap H Farhat.
Setelah Belanda pergi, kata H Farhat, keluarganya kembali menempati rumah tersebut.
“Namun sebelum ditempati. Rumah ini dibersihan secara aturan Islam yakni, disucikan menggunakan tanah (di Satru),” bebernya. (sugi)

Tuesday, 3 May 2016

HGU Perkebunan Jadi Tambang













PT ATA Alih Fungsikan Lahan HGU


PARINGIN, Ratusan warga desa Tawahan dan Sungai Batung Kecamatan Juai melakukan demo dihalaman kantor PT Alam Tri Abadi (ATA), Selasa (3/5).
Kedatangan ratusan warga yang dikoordinir H Duas ini menyampaikan protes terkait adanya aktivitas pertambangan diatas lahan Hak Guna Usaha (HGU) milik PT ATA ini.
"Kami datang kasini untuk mempertanyakan kenapa diatas lahan HGU kenapa ada aktivitas tambang," ujar H Duas dihadapan menejemen PT ATA.
Akibat adanya aktivitas diatas lahan HGU ini, kata Duas, banyak masyarakat yang dirugikan salah satunya, akses untuk aktivitas warga masyarakat terputus.
Dulu ada jalan yang menjadi akses utama bagi warga dari kecamatan Juai dan Halong ke Awayan atau sebaliknya, tapi lanjut Duas, karena aktivitas tambang dilahan HGU ini akses itu terputus.
"Kita minta perusahaan bertanggung jawab atas terputusnya akses jalan ini dan menjelaskan bagaimana bisa ada aktivitas pertambangan dilahan HGU," tegasnya.
Padahal, lanjut salah satu politisi di Balangan ini, sesuai UU Agraria kalau sudah HGU, tetap melihat fungsinya sebgai HGU apa, kalau HGU perkebunan tidak bisa untuk pertambangan.
"Yang kami tahu HGU perkebunan dijadikan pertambangan, itu sudah bertentangan, karena tidak sesuai peruntukannya. Inilah yang kami inggin tahu," tegasnya.
Terkait tuntutan masyarakat itu, menejer operasional PT ATA di wilayah Balangan, Anton yang langsung menemui warga yang demo menyampaikan, terkait masalah jalan yang dikeluhkan masyarakat itu, sudah dilakukan antisipasi dengan membuatkan jalan alternatif.
"Jalan sudah kami buatkan masih dalam proses penyelesian, tapi memang jalannya sedikit memutar. Tapi yang jelas akses warga tetap ada," bebernya dihadapan ratusan warga.
Terkait peralihan fungsi lahan HGU PT ATA dari perkebunan sawit ke pertambangan batubara, Anton berkilah tidak bisa memberi penjelasan kepada warga karena bukan wewenangnya.
"Saya tidak bisa memberi keterangan terkait masalah ini karena bukan wewenang saya. Nanti saya koordinasikan keatasan," ucapnya disambut riuh pendemo.
Terkait kondisi ini, menurut siaran pers Jaringan Advokasi Anti Tambang (JATAM) mengungkapkan, jika peralihan HGU menjadi lahan pertambangan adalah salah satu potret nyata bagaimana praktek ekonomi rente telah menjadi bagian dari industri pertambangan.
Tumpang tindih lahan HGU disinyalir menjadi pemicu para pengusaha maupun pemberi ijin untuk melanggengkan model pembangunan yang berbasis rente. Tanpa peduli kawasan tersebut telah dimiliki ataupun diperuntukkan untuk sektor lain.
Menurut jaringan organisasi non pemerintah (ornop) dan organisasi komunitas ini, peralihan HGU perkebunan ke wilayah pertambangan tentu bukan tanpa masalah. Tidak hanya bentang alam saja yang akan dirombak, tapi masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari sektor perkebunan juga mengalami nasib yang tidak menentu dan  ancaman konflik dan gejolak sosial di masyarakat semakin terbuka lebar.
Semestinya lahan HGU hanya diperuntukkan bagi kegiatan perkebunan, pertanian dan/atau peternakan, sesuai dengan PP 40 tahun 1996 tentang HGU, HGB dan Hak Pakai Atas Tanah. Pasal 16 tentang Peralihan HGU hanya sebatas mengatur mekanisme peralihan HGU tanpa mengubah peruntukan lahan tersebut. Artinya, peralihan HGU ke pihak lain tidak serta merta merubah peruntukan lahan HGU tersebut. Peruntukan lahan HGU yang dialihkan harus sesuai dengan perijinan awalnya.
Dari pantauan Media Kalimantan sendiri,  diatas lahan HGU milik PT ATA memang terlihat adanya aktivitas pertambangan batubara. Dimana lokasi tambang masih terlihat barisan pohon sawit. Untuk luasan HGU yang sudah menjadi areal tambang tidak ada data pastinya, tapi yang luasan lahanya  lumayan luas. (sugi)

Bakantan Masih Diburu

5 Warga Bartim Diamankan Karena Memburu Bakantan

PARINGIN, Perburuan satwa yang dilindungi hingga kina masih saja terjadi.
Bukti jajaran, Polsek Juai mengamankan 5 pria yang kedapatan membawa 3 ekor Bakantan dalam kondisi mati.
Menurut Kapolres Balangan, AKBP Sudrajat Hariwibowo, ke 5 warga diamankan oleh jajaran Polsek Juai di Desa Sirap Kecamatan Juai sekitar jam 18.30 malam, Senin (2/5).

Pengamana ke 5 orang ini, menurut Sudrajat, berawal dari laporan masyarakat ada orang yang berburu Bekantan di Desa Sirap.
"Anggota polsek Juai yang di pimpin langsung oleh kapolseknya langsung bergerak menuju TKP yang berada di kebun masyarakat," ungkapnya.
Setelah sampai dilokasi, lanjut Sudrajat, pihak kemana langsung mengamankan 5 orang yang menggunakan mobil pick up jenis carry 1.5 warna hitam yang di dalam nya ditemukan Bekantan dalam keadaan mati di dalam karung.
Dari TKP petugas menyita Barang Bukti (BB) berupa 3 ekor Bekantan (mati),  2 ekor hirangan atau monyet hitam (mati), 6 Pucuk Senapan Angin beserta amunisi dan 4 ekor Anjing (hidup).
"Dari hasil di TKP kemudian ke 5 tersangka dan barang bukti diamankan di polsek juai," jelasnya.
Para tersangka sendiri, menurut Sudrajat, akan dikenakan sesuai pasal 40 ayat 2 undang-undang no 5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan eskosistemnya. Dimana penjelasan pasal tersebut, orang laki-laki yang dengan sengaja diduga membawa, menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut dan memperniagakan satwa yang di lindungi dalam keadaan mati .
"Saat ini tersangka dan barang bukti masih diamanakan di Polsek Juai untuk pemeriksaan lebih lanju," tungkasnya. (sugi)

Adapun identitas tsk sebagai berikut :
1. Rariano i mandan bin i mandar (alm), kalamus, 30 september 1980, laki-laki, kristen, honorer, alamat ds.kalamus rt.01 kec.paku kab.Barito timur prov.kalteng.

2. Yudi mucandra bin darmat siram, barito timur 31 desember 1974, laki-laki, kristen, swasta, almt desa paku beto rt.1 no 3 kec.hayaping awang kab.bartim

3. Martono dianto bin atelius, ekeng 7 maret 1971, katolik, pns (guru sma), almt ds.tangkan rt.3 kec.awang kab.bartim

4. Erik alexsander bin yudi mucandra, hayaping, 3 agustus 1996, kristen, swasta, almt.ds hayaping rt.1 kec awang kab.bartim

5. Apeng bin juit, tangkan 24 mei 1961, katolik, petani, almt ds.tangkan rt 2 kec.awang kab.bartim.

Sunday, 1 May 2016

Batubara Ancam Kelestarian Lingkungan




Lahan Batubara Mencapai 77.455 Ha
PARINGIN, Sesuai Perda Kabupaten Balangan no 24 tahun 2013 tentang rencana tata ruang wilayah Kabupaten Balangan tahun 2013-2032 dimana potensi kawasan untuk pertambangan khususnya Batubara mencapai 77.455 Ha.
Hal ini, menjadi salah satu alasan logis bagi masyarakat Balangan untuk khawatir akan nasib lingkungannya dimasa akan datang.
"Kita sebagai masyarakat sudah sewajarnya jika ada rasa khawatir terkait kondisi kelestarian alam Balangan akan datang,'' ungkap Marhat salah satu warga Balangan.
Kekhawatiran ini, menurut salah satu anggota Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala) disalah satu kampus di Kalsel ini, bukan tanpa alasan.
Karena menurut dia, berkaca dengan kondisi Balangan saat ini meski hanya ada dua perusahaan tambang yang beroperasi namun, sudah beberapa kali kasus pencemaran lingkungan terjadi.
"Ini menjadi bukti betapa riskannya kerusakan lingkungan terjadi. Apalagi, ada 30 Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang dikeluarkan Pemerintah Daerah, serta 10% lahan kritis (18,892,3 hektar) dari luas wilayah balangan 189.833,4 hektar/ 1.873, 30 km ini menjadi alasan logis bagi kita untuk khawatir akan permasalahan lingkungan kedapannya yang akan terjadi di Bumi Sanggam," ungkapnya.
Untuk itu, dirinya berharap pada pemerintah agar permasalah lingkungan ini bisa menjadi perhatian logis.
"Sudah saatnya pemerintah lebih serius lagi dalam perencanaan dan pengelolaan lingkungan baik untuk saat ini maupun masa akan datang," harapnya.
Ini penting, menurut dia, sebab jangan sampai pengelolaan lingkungan hanya untuk kepentingan sesaat dan golongan tertentu yang bisa merugikan masyarakat luas.
"Jangan sampai kita jual murah jual habis sumber daya alam kita tanpa ada rasa kepedulian bagi anak cucu dan lingkungan kita nantinya," tegasnya.
Senada dengan itu, Ketua LSM Rindang Hijau Lestari, H Hudari juga mengungkapkan kekhawatiran serupa.
Menurut pria paruh baya ini, pembangunan hikayatnya bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat, salah satunya dengan membangun Sumber daya Manusia (SDM)nya yang tercantum dalam struktu Indek Pembangunan Manusia (IPM).
"Pernyataan konsep pembangunan manusia dalam kebijakan-kebijakan pembangunan sama sakali tidak berarti meninggalkan berbagai strategi pembangunan terdahulu, antara lain mempercepat pertumbuhaan ekonomi, mengurangi kemiskinan, dan pencegahan perusakan lingkungan," bebernya.
Artinya, lanjut dia, permasalahan lingkungan harus menjadi perhatian serius, dengan makin bertambah luasnya lahan yang menjadi areal pertambangan harus menjadi perhatian bersama.
"Jangan sampai persoalan peralihan penggunaan lahan, baik dari pertanian maupun perkebunan ke pertambangan akan menimbulkan dampak negatif bagi struktur ekonomi, sosial, maupun budaya masyarakat," jelasnya.
Untuk itu lah, lanjut dia, perlu perencanaan dan pengelolaan lingkungan termasuk pembagian kawasan bertumpu pada kelestarian alam berkelanjutan dan berkeadilan.
"Apalagi sejauh ini Balangan masih bergantung dari sektor pertanian dan perkebunan. Dua sektor ini harus dilindungi dan terus dikembangkan, apalagi jika berkaca pada masa lalu dimana 40% Anggaran Pendapat Belanja Daerah (APBD) HSU berasal dari Balangan yakni, sektor perkebunan karet. Ini harus menjadi pondasi kebijakan pengembangan pengelolaan lingkungan kedepan,” pungkas. (sugi)

Sekolah Dikalahkan Tambang










Dunia Kelam Pendidikan

PARINGIN, Penutupan (pengusuran) Enam buah Sekolah Dasar (SD) yang selanjutnya direncanakan direlokasi  akibat masuk areal pertambangan PT Adaro Indonesia terus berlanjut, jika sebelumnya sudah ada dua SD yakni, SDN Bata dan SDN Sirap 3 yang tahun ajaran baru 2015-2016 tadi ditutup, kini SDN Lamida Atas akan mendapat giliran selanjutnya.
Kemungkinan penutupan SD yang berada di Desa Lok Batung RT III ini akan segara dilakukan, pasalnya sudah ada deal antara seluruh warga RTIII Desa Lok Batung dengan PT Adaro Indonesia terkait besaran dana pembebasan rumah yang warga tempati.
Isu akan tutupnya sekolah ini menimbulkan kegelisahan tersendiri di lingkungan sekolah, dari murid-murid, jajaran dewan guru hingga orang tua murid. Pasalnya, jika warga sudah menjual lahannya, otamatis warga akan ini tentunya tidak akan ada murid lagi yang bersekolah.
Kegelisahan ini dirasakan salah satu guru honorer di SDN Lamida Atas, Dina M. dirinya mengungkapkan, meski belum mendengar secara langsung terkait penutupan sekolah, tapi dirinya merasa khawatir akan nasib pekerjaannya jika sekolah akan ditutup.
“Jika sekolah ditutup Saya hanya bisa pasrah, kalau bisa nasib kami juga diperhatikan. Kalau guru berstatus PNS tentu tidak memiliki kekhawatiran kehilangan pekerjaan, karena penempatan tugasnya akan diatur langsung oleh Dinas Pendidikan," keluhnya.
Dari hasil pantauan Media Kalimantan yang langsung mendatangi SDN Lamida Atas, Sabtu (30/4) isu akan terjadinya penutupan sekolah bukan isapan jempol belaka, ini dibuktikan dari jumlah murid yang berkurang drastis hingga pengkuan murid yang sudah berencana pindah sekolah setelah kenaikan kelas.
Jumlah siswa-siswi SDN Lamida Atas kini hanya ada 27 orang, bahkan ada satu kelas yang hanya diisi oleh satu orang siswa, yaitu kelas III.
Rincian jumlah murid SDN Lamida Atas per kelas yaitu, kelas 1 ada 4 orang siswa, kelas 2 ada 4 orang, kelas 3 ada 1 orang, kelas 4 ada d orang, kelas 5 ada tujuh orang dan kelas 6 ada tujuh orang siswa
“Saya sudah dikasih tau oleh ayah jika akan pindah ke tanjung, namun untuk waktu belum pasti,’’ ujar Hatma Wati Ningsih salah satu murid SDN Lamida Atas.
Rencana pindah sekolah dan tempat tinggal ini, juga disampai teman sekelas Hatma yakni, Santi. Menurut anak tunggal ini, kedua orang tuanya juga sudah memberi tahu dirinya, jika setelah lulus tahun ini juga akan pindah.
“Sedih rasanya harus berpisah dengan teman-teman satu sekolah dan satu kampung. Padahal kami sudah seperti keluarga selama puluhan tahun disini,’’ lirih Santi saat ditanya bagaimana perasaannya terkait akan pindah sekolah.
Salah satu warga, Nor Muhammad mengakui, jika dirinya bersama sekitar 32 KK lainnya memang sudah sepakat untuk membebaskan rumah milik mereka ke PT Adaro Indonesia.
“Kalau tidak dibebaskan, kami juga tidak bisa bertahan hidup disini,’’ ujar ayah empat anak ini.
Pasalnya, menurut salah seorang wali murid SDN Lamida Atas ini, kondisi di desa sudah tidak nyaman lagi untuk bertahan hidup karena mata pencarian sebagai penyedap karet yang selama ini digelutinya sudah tidak ada lagi.
Jika dulu lanjutnya, dirinya bersama warga lainnya bisa hidup dengan ikut menjadi buruh sadap karet di PT Perkebunan Negara (PTPN) tapi sekarang tidak ada lagi.
 “Setalah adanya Take over Lahan Hak Guna Usaha (HGU) Perkebunan Inti Rakyat Khusus (Pirsus) II ini ke PT Adaro Indonesia, kami juga ikut kehilangan mata pencarian. Makanya tidak mungkin kami bertahan disini,’’ ungkapnya.
Disinggung kemana dirinya akan pindah membawa keluarga, Nor Muhammad belum mempunyai jawaban.
“Yang pasti saya menunggu pencairan dana pembebasan rumah dulu, baru setelah itu berpikir kemana mau pindah,’’ ucapnya.

Menanggapi hal ini, Kabid Pendidikan Dasar, Abdul Basyid menegaskan tidak akan ada penutupan sekolah selama masih ada proses pembelajaran di sana.
Namun ia juga tidak memungkiri apabila sudah tidak ada siswa yang belajar di sekolah itu, maka jalan satu-satunya yaitu akan dilakukan penghapusan sekolah.
“Kami akan tetap menjalanakan proses pendidikan disekolah itu selama masih ada muridnya. Kita upayakan tidak ada pihak yang dirugikan kalau memang terjadi penghapusan sekolah," tegasnya.
Disinggung terkait nasib guru honorer, Basyid mengatakan pihaknya juga akan berusaha mencarikan sekolah baru yang perlu tambahan tenaga pengajar.
Sedangkan saat ditanya proses pemindahan (relokasi) dua SD yang sebelumnya sudah ditutup, Basyid mengakui jika saat ini masih dalam proses.
“Pihak Adaro sejak awal sudah  berkomitmen untuk membangunkan sekolah yang sudah kita tutup. Sekarang tinggal proses penghapusan aset SD itu,’’ ungkapnya.
Dinas Pendidikan sendiri, menurut dia, hingga kini suda menjalankan tugasnya mulai memfasilitasi siswa yang pindah hingga penentuan lokasi pembangunan SD baru yang akan dilakukan PT Adaro Indonesia.
Terpisah, Pengamat dan Pemerhati Pengelolaan Sumber Daya Alam (PSDA) dan Lingkungan Bery Nahdian Forqan mengungkapkan, Pemkab Balangan sebagai pembuat regulator mesti melakukan kontrol dan pengawasan terhadap proses yang sudah disepakati.
“Sebaiknya membentuk tim transisi dan program penguatan komunitas di lokasi baru,’’ sarannya.
Sedangkan untuk PT Adaro Indonesia,  mantan direktur Walhi Nasional ini berpesan,agar mampu memastikan bahwa proses pemindahan tidak menimbulkan eksis negatif terhadap semua stakeholder yang berkepentingan terhadap dunia pendidikan disana.
Sementara itu, Ketua DPRD Balangan, H Abdul Hadi menuturkan, tentang SDN Lamida Atas yang terancam dihapus ini, pihaknya akan melakukan kajian lebih dalam lagi.
"Kalau sekolah itu masih di gunakan maka tidak boleh di lepas asetnya. Tapi kalau sudah tidak berguna lagi kita pertimbangkan untuk ditukar guling, supaya lebih bermanfaat bagi masyarakat sekitar," tukasnya. (sugi)



No
Nama Sekolah
Kecamatan
Jumlah Siswa
Kapsek/Guru/Pesuruh
1
SDN Bata/Desa Bata
Juai
6
1/7/1
2
SDN Sirap 3/ Desa Wonorejo
Juai
12
1/6/1
3
SDN Lamida Atas
Paringin
38
1/7/1
4
SDN Juai/ Desa Sumber Rezeki
Juiai
126
1/7/1
5
SDN Teluk Bayur 3/ Desa Sumber Rezeki
Juai
90
1/7/1
6
SDN Sirap 2/ Desa Wonorejeo
Juai
29
1/7/1

Data : Laporan hasil survey sekolah dilingkup pekerjaan PT Adaro Indonesia oleh Dinas Pendidikan Balangan pada tanggal 2-5 september 2014
*Dua (2 buah) SD yakni, SDN Bata dan SDN Sirap  sekarang sudah ditutup.

Waspada Kematian Bayi Masyarakat khususnya para orang tua, dimintai mewaspadai pada bulan februari sampai April mendatang. ...