Saturday 9 April 2016









Balangan di Kepung Tambang 
 
Meskipun harga batu bara sekarang belum benar-benar pulih atau masih tidak stabil, namun hal itu tidak menyurutkan niat sejumlah pengusaha untuk mencoba peruntungan dalam berbisnis emas hitam tersebut di Balangan.

Berdasarkan data yang dihimpun di lapangan, hingga sekarang tidak kurang dari 30 perusahaan tambang yang mengantongi Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Kabupaten Balangan. Bahkan dari sumber lain mengatakan, ratusan pengusaha tambang antri untuk mendapatkan izin dari Pemkab setempat.
Kabid Pengawasan dan Perizinan Tambang Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Kabupaten Balangan Ajidinoor, tidak menampik fakta tersebut. Meskipun di antara 30 perusahaan itu tidak semuanya ingin menambang batu bara kata Aji, namun tetap saja jumlah penrusahaan yang berlatar tambang batu bara mendominasi jumlah tersebut.
"Di antara 30 perusahaan tambang yang mengantongi IUP, tidak hanya perusahaan tambang batu bara saja, tapi ada juga perusahaan tambang bijih besi. Ya walaupun perusahaan tambang batu bara tetap mendominasi," ujarnya.
Kendati demikian lanjutnya, hingga sekarang baru ada satu perusahaan yang sudah masuk pada tahap produksi, sedangkan yang lainnya baru sampai pada tahap eksplorasi untuk melengkapi berkas Amdal, bahkan ada yang belum melakukan aktivitas apapun karena terkendala berbagai macam hal.
 
"Apabila dalam batas waktu yang ditentukan perusahaan yang bersangkutan tetap jalan di tempat lanjutnya, maka IUP akan dicabut," tandasnya.
Sementara itu Kepala Bidang Pemantauan dan Analisi Dampak Lingkungan (Amdal) pada Badan Lingkungan Hidup dan Kebersihan (BLHK) Kabupaten Balangan Atep Edi Rusmayadi menyampaikan, sedikitnya sudah ada lima perusahaan tambang batu bara pemegang IUP yang sudah mengantongi izin Amdal dan tiga lainya masih dalam proses pelengkapan berkas atau eksplorasi.

"Untuk kelima pemegang IUP yang sudah mendapat izin Amdal, wilayah operasinya terbagi di dua kecamatan, yakni Kecamatan Awayan dan Juai," bebernya.
Sekedar untuk diketahui, 30 perusahaan yang memegang IUP mendapatkan izin operasi di empat kecamatan dari delapan kecamatan yang ada di Kabupaten Balangan, yaitu Kecamatan Awayan, Halong, juai, dan Tebing Tinggi.
Menangapi banyaknya perusahaan batu bara yang mengantongi izin pertambangan di Balangan, salah seorang tokoh masyarakat setempat yakni Syakhrani Ahing berpendapat, pemberian izin terhadap perusahaan tambang, baik batu bara maupun bahan mineral lainya yang ingin beroperasi di Balangan, harus menjadi fokus perhatian bersama.
"Pemberian izin harus dikaji lebih mendalam lagi, bagaimana dampaknya baik secara sosial maupun ekonomi, jangan sampai masyarakat sengsara di kemudian hari," himbau mantan Ketua Panitia Penuntutan Kabupaten Balangan (PPKB).
  Pangantin Bausung atau Bausung Pangantin adalah salah satu tradisi pernikahan yang ada di Kalimantan Selatan, khususnya di Kabupaten Hulu Sungai. Bausung diambil dari kata usung artinya gendong. sedangkan Pangantin (bahasa Banjar, Kal-Sel), atau pengantin yaitu pasangan mempelai pria dan wanita yang sedang melangsungkan perkawinan. Sepasang mempelai sebelum disanding di pelaminan terlebih dahulu diusung oleh dua orang penari. Diiringi gamelan, dua orang penari sambil menggendong kedua mempelai menari mengikuti irama gamelan ditengah pandangan para undangan yang menyaksikan acara tersebut.
       Pada awalnya tradisi Bausung Pangantin ini hanya dilakukan oleh kalangan tinggat menengah keatas saja, karena memerlukan biaya yang mahal. Sehingga apabila dalam suatu keluarga mampu melaksanakan ba-usung pangantin berarti keluarga tersebut dianggap sebagai orang berada. Acara ini juga dianggap sebagai pesta yang meriah.
        Seiring dengan perkembangan zaman, tradisi ini tidak hanya dilaksanakan oleh kalangan atas. Namun sudah menjadi bagian dari hiburan masyarakat Hulu Sungai, biayanya pun tidak menguras dompet. 
Nah, demikian teman-teman yang bisa saya bagikan tentang satu kesenian daerah Kalimantan Selatan terutama di Hulu Sungai :) Semoga bermanfaat o:) (

Friday 8 April 2016









Expo Sarana Promosi Produk UMK

PARINGIN, Untuk menyambut dan memeriahkan hari jadi Kabupaten Balangan ke 13, Pemkab setempat mengelar pameran “balangan expo” yang sekaligus bertujuan untuk merefleksikan berbagai hasil dari program dan kegiatan pembangunan yang dilaksanakan selama 13 tahun berdirinya kabupaten balangan.
Menurut Bupati Balangan H Ansharuddin, Balangan expo ini diharapkan  dapat mempromosikan dan memperkenalkan produk Usaha Kecil Menengah (UKM) dan pelaku Industri Kecil Menengah (IKM) termasuk produk unggulan Bumi Sanggam saat ini.
Selain itu, Ansharuddin juga berharap, Balangan Expo bisa menjadi wahana interaksi langsung antara para produsen, pengrajin dan pelaku usaha dengan masyarakat luas guna mendorong produktivitas industri dan pengrajin yang berskala menengah agar dapat berdaya saing.
"Sehingga dapat menciptakan lapangan kerja, serta untuk mewujudkan iklim perdagangan yang kondusif," ungkapnya.

Sedangkan menurut Kepala Disperindagkop Rakhmadi Yusni yang merupakan ketua Panitia Balangan Expo, ada lebih dari 80 stand yang ikut expo ini.
Selain dari SKPD atau instansi pemerintah kabupaten balangan sendiri, kata Rakhmadi,  expo ini juga diikuti oleh berbagai UKM, Perbankan dan Perusahaan, baik yang berasal dari provinsi kalimantan selatan, kalimantan timur maupun dari luar pulau kalimantan.
"Banyaknya beserta yang ikut dan berasal dari luar daerah menunjukkan bahwa antusiasme dari pihak swasta dan masyarakat umum untuk berpartisipasi dalam pameran ini cukup besar. sehingga kegiatan ini sungguh patut didukung dan kita sukseskan bersama," pungkasnya. (sugi)










Panen Raya Sambut Hari Jadi
PARINGIN, Serangkaian acara digelar untuk menyambut dan memeriahkan Hari Jadi (Harjad) Kabupaten Balangan ke 13.  Mulai dari Pameran Komunitas, Ekspo Balangan, Pesta Rakyatnya, Ziarah ke Kubur para pendiri Balangan hingga Panen Raya pun dilaksanakan guna menyambut hari lahir Kabupaten berjuluk Bumi Sanggam ini.
Kegiatan ziarah ke makam para pendiri Balangan dan syukuran panen padi, dilakukan pada Kamis (7/4) kemarin seraca beurutan. Dimana rombangan Bupati Balangan beserta unsur Muspida Balangan menziarah makam para pendiri Balangan diantaranya makam Almarhum H Syahrani Ahing yang merupakan Ketua Panitia Penuntun Balangan (PPKB), Almarhum KH Akhmad Makkie yang Ketua MUI Kalsel serta beberapa almarhum tokoh pendiri Balangan lainnya.
Ziarah ke Kubuh para pendiri Balangan ini menurut Bupati Balangan H Ansharuddin merupakan salah satu bentuk penghormatan atas jasa para pendiri Balangan yang telah berjuang dengan iklas demi berdirinya Balangan menjadi sebuah Kabupaten.
“Kita sekarang  bertugas meneruskan perjuangan leluhur yang telah merintis pendirian Balangan dengan mewujudkan cita-cita terbentuknya Kabupaten Balangan yakni, menciptakan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat Balangan,’’ bebernya. kejayaan di masa lampau. Menurutnya, generasi penerus harus mampu menghormati tokoh-tokoh terdahulu, serta memperjuangkan kemakmuran masyarakat
Sedangkan untuk acara syukuran panen padi yang dilakukan di desa Timbun Tulang Kecamatan Batumandiini tergolong istimewa sebab, selain dihadiri Bupati Balangan juga turut berhadir asisten bidang pembangunan pemerintah provinsi kalimantan selatan, ibu Hajjah Mariatul Asiah dan Danrem 101 Antasari Kolonel Kav Yanuar Adil.
Bupati Balangan H Ansharuddin dalam sambutannya menyampaikan, apresiasi yang kepada dinas pertanian, tanaman pangan, hortikultura, peternakan dan perikanan, dan badan pelaksana penyuluhan dan ketahanan pangan, serta kodim 1001 amuntai-balangan yang tiada henti-hentinya mendukung dan membantu memotivasi petani untuk terus berupaya meningkatkan produksi tanaman pangan.
“Peningkatan sektor pertanian merupakan agenda utama kami dalam kepemimpinan lima tahun kedepan, hal ini sejalan dengan visi pembangunan kabupaten balangan periode 2016 – 2021, yakni “terwujudnya kabupaten balangan yang maju dan sejahtera melalui pembangunan sumber daya manusia,’’ bebernya.
Pada kesempatan yang sama, Danrem 101 Antasari Kolonel Kav Yanuar Adil mengungkapkan, TNI akan selalu siap melaksanakan program ketahanan pangan seperti, penyiapan lahan, penyediaan/distribusi prasarana dan sarana produksi, pendampingan/pengawalan kepada petani.
"Kami siap mewujudkan ketahanan pangan karena  ini merupakan perintah Presiden kepada jajaran TNI," pungkasnya. (sugi).








Bupati Sampaikan 7 misi % Tahun Kedepan

PARINGIN, Puncak peringatan Hari Jadi (Harjad) ke 13 Kabupaten Balangan digelar di Halaman Kantor Bupati Balangan , Jumat (8/4) kemarin.
Berbagai pertunjukan kesenian ditambilkan serta beberapa presmian pembangunan juga secara simbolis dilakukan, dihadapan ribuan warga Balangan serta tamu undangan yang hadir Bupati Balangan H Ansharuddin menyapaikan 7 visi yang akan dilakukannya dalam 5 tahun kedepan.
Ke 7 misi tersbeut yakni, meningkatkan SDM Balangan melalui pendidikan dan kesehatan, ekonomi kerakyatan yang berkeadilan, pembangunan infrastruktur yang berkesinambungan, pemanfaatan sumber daya alam (potensi lokal) berdasarkan kearifan lokal, mengembangkan sosial budaya kemasyarakatan, serta mewujudkan kamtibmas dan kepastian hukum untuk terciptanya suasana yang kondusif.
Selain ke 7 misi tersebut, Ansharuddin juga menargetkan, angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang pada tahun 2014/2015 sebesar 66,44 menjadi 66,75 pada tahun 2016 dan lima tahun ke depan menjadi 68,15.
“Untuk pertumbuhan ekonomi Balangan akan terus kita tingkatkan. jika pada tahun 2014/2015, kontribusi sektor pertanian terhadap produk domestik regional bruto sebesar 16,73 %, kita targetkan meningkat menjadi 17 % pada tahun 2016 dan dalam lima tahun ke depan menjadi 18,00 %.,’’ ungkapnya.
Khusus untuk tingkat kemiskinan di kabupaten balangan, pasangan Bupati dan Wakil Bupati dengan Jargo SEHATI ini,  menargetkan menurun pada tahun 2016 menjadi 6,05 dan dalam lima tahun ke depan menjadi 4,90 dari yang pada tahun 2014/2015 berada di angka 6,17.
Selain itu, Pemimpin baru Bumi Sanggam ini juga berjanji akan meningkatkan tata kelola pemerintahan yang semakin transparan, responsif, dan akuntabel.
“Untuk mewujudkan itu, kita akan meningkatkanakuntabilitas kinerja pemerintah daerah, meningkatnya kapasitas kelembagaan dan kualitas sumber daya aparatur pemerintah daerah, diterapkannya pemerintahan berbasis teknologi informasi dan komunikasi guna peningkatan kualitas dan kecepatan layanan kepada masyarakat, serta meningkatnya kualitas pelaksanaan dana desa,’’ pungkasnya. (sugi)








Balangan Minta 70% Dana Royalti

PARINGIN, Meski tahun 2016 ini penerimaan royalti batu bara Kabupaten Balangan naik hingga 80% dari sebelumnya hanya Rp474 miliar menjadi Rp918 miliar namun, Bupati Balangan H Ansharuddin berencana menuntut agar dana perimbangan hasil royalti batubara itul ebih besar lagi.
Alasan kuat untuk meminta jatah lebih royal tersebut, lantaran luasan areal operasional PT Adaro Indonesia yang sekarang ini lebih dominan  di Wilayah Bumi Sanggam dibanding wialayah Kabupaten Tabalong.
“Saat ini pembagian royalti 50% Balangan 50% Tabalong, hal inilah nantinya yang akan kita koordinasikan agar pembagian itu bisa adil sesuai dengan luasan dan produksi batubara yang dilakukan Adaro di dua wilayah Kabupaten ini,” ujar Ansharuddin Jumat (8/4) kemarin.
Pemkab Balangan sendiri, menurut Anshar begitu Bupati Balangan ini akrab dipanggil, akan meminta jatah pembagian royalti dengan besaran 70% untuk Balangan dan 30% untuk Tabalong.
Untuk mewujudkan pembagian 70% - 30% itu, lanjut dia, sudah dilakukan komunikasi baik dengan pihak perusahaan maupun dengan Pemkab Tabalong sendiri.
“terpenting kita ingin pembagian dana royalti yang diterima berimbang (adil) sesuai dengan angka produksi batubara yang dihasilkan di Kabupaten Balangan,’’ tegas.
Jika keinginan ini bisa terealisasi, maka lanjut Anshar, Pemkab Balangan minimal akan merima besaran angka pembagian Royalti sebanyak 1,5 triulan.
“Dengan besaran tersebut ditambah dengan dana lain maka, APBD Balangan akan bekisar diangka 2,5 triulan, tentunya dengan besaran itu, kita bisa lebih memaksimalkan pembangunan di Balangan,’’ harapnya.
Terpisah, saat dikonfirmasi Bupati Tabalong H Anang Syakhfiani mengatakan tidak masalah dengan adanya keinginan Pemkab Balangan untuk meminta pembagian dana royalti Batubara antara Tabalong dan Balangan ditinjau ulang atau dirubah.
Bahkan dirinya, mengajak Pemkab Balangan dan PT Adaro Indonesia untuk segara duduk bersama membahas masalah tersebut.
“Mari kita duduk bersama guna membahas keinginan ini, kami Tabalong selalu siap terbuka akan hal ini,’’ pungkasnya. (sugi)


 





Menelaah Arsitektur Eropa Zaman Kolonial Di Bumi Sanggam

PARINGIN, Dari sekian banyak situs peninggalan arkeologi di Kabupaten Balangan ternyata pengaruh kehidupan kolonial dimasa penjejahan Belanda menghasilkan situs peninggalan budaya berupa bangunan dengan arsitektur bergaya Eropa.
Menurut data hasil penelitian Balai Pelestarian Nilai Budaya (BNPB) Pontianak dari delapan Kecamatan di Balangan, tersebar situs-situs peninggalan arkeologi di 24 desa, diantaranya rumah dengan arsiktektur bergaya Eropa peninggalan zaman kolonial yang terletak di Desa Simpang Tiga Kecamatan Lampihong sebanyak dua buah dan satu buah di Desa Muara Ninian Kecamatan Juai.
Salah satu rumah dengan arsiktektur bergaya Eropa peninggalan zaman kolonial yakni, rumah milik Alm. H. N. Iffansjah Hanafie bin Handran yang dibangun pada tahun 1926 terletak di seberang pasar Desa Ninian Kecamatan Juai.
Rumah ini, lebih dikenal dengan sebutan Rumah Batu atau Rumah Belanda. Selaian mempunyai denah menyerupai hurup U khas rumah Eropa khususnya Belanda, bahan bangunan pun mengunakan beton untuk bagian pondasi bawah mulai dari pondasi hingga lantai untuk seluruh bagian rumah, sedangkan bangunannya menggunakan bahan kayu, khusus lantai rumah mengunakan teraso warna gelap (hitam/hijau) untuk ruang tamu, sedangkan ruang keluarga dan kamar tidur mengunakan teraso warna kuning kecoklatan dan abu-abu.
Rumah dengan persegi empat 20×20 meter dengan tinggi hampir 12 meter serta menggunakan atap sirap itu, hingga kini masih kukuh berdiri menjadi aksi hidup perjalanan Balangan.
“Pemilik rumah ini yakni, Alm. H. N. Iffansjah Hanafie bin Handran merupakan putra kelahiran Amuntai 28 Februari 1939 yang kini keluarga besarnya berada di Jakarta,’’ ujar Suriansyah (57) yang kini mendiami rumah Batu tersebut.
Sebetulnya rumah tersebut, lanjut keponakan , Alm. H. N. Iffansjah Hanafie ini, dibangun semasa ayah H. N. Iffansjah Hanafie masih hidup lalu kemudian diwariskan kepada beliau.
Namun sejak sekitar tahun 1975, kata Suriansyah, Alm. H. N. Iffansjah Hanafie berhenti mengeluti usaha karet lalu pindah ke Jakarta, sejak itulah rumah Batu dipercayakan kepada H. Kurdi yang merupakan ayah dari Suriansyah yang mendiami rumah tersebut hingga kini.
Suriansyah menilai, rumah milik Iffansyah ini, berarsiktektur bergaya Eropa peninggalan zaman kolonial karena beliau merupakan bagian dari keluarga seorang pengusaha kaya yang sering melakukan perjalanan keluar daerah.
“Wajar rumah ini bergaya rumah Belanda, karena ayah beliau Alm. Handran merupakan orang kaya pada jamannya. Sehingga membuat rumah berarsiktektur bergaya Eropa sesuai pada zaman kolonial Belanda menandakan kemapan ekonomi keluargannya,’’ jelas.
Meski rumah berarsiktektur Eropa khususnya Belanda, kata Suriansyah, tidak pernah ada cerita mengenai kedekatan ataupun hubungan keluarga Alm. H. N. Iffansjah Hanafie dengan kaum penjajah Belanda.
“Menurut sejarah, tidak ada hubungan khusus keluarga Alm. H. N. Iffansjah Hanafie dengan kaum penjajah. Meski bangunan rumah miliknya berarsiktektur Eropa pada jaman kolonial,’’ tegasnya.
Selain itu, rumah Batu ini juga sempat digunakan oleh TNI selama empat tahun yakni, mulai tahun 1959 hingga 1963 sebagai Pos penjagaan untuk keamanan dari gangguan gerakan Ibnu Hajar di Wilayah Balangan.
“Rumah Batu ini pernah digunakan para Mondrik (pasukan TNI dan Polisi) untuk pos penjagaan dari para gerombolan (kelompok Ibnu Hajar),’’ beber Suriansyah.
Selain rumah Batu ini, tambahnya, ada dua pos penjagaan lagi yang digunakan oleh para Mondrik guna menyisir para gerombolan yakni, di Desa Sungai Batung kecamatan Juai dan di Kecamatan Halong.
Dharma Setyawan guru sejarah di SMAN 1 Paringin mengungkapkan, keberadaan rumah dengan arsiktektur bergaya Eropa peninggalan zaman kolonial tidak terlepas dari kehidupan sosial pemilik rumah yang rata-rata pengusaha karet pada masa kolonial.
Wilayah Balangan dimasa kolonial, menurut lulusan FKIP Pendidikan Sejarah Universitah Unlam ini, merupakan wilayah penghasil karet dengan jumlah besar.
“Sehingga sebetulnya keberadaan Belanda di wilayah Balangan selain upaya pengamanan dan menjalankan pemerintahan di Kewedanan Balangan juga lebih kepada penguasaan produksi karet yang ada,” bebernya. (sugi)







Menalaah Bangunan Arsiktektur Eropa Zaman Belanda II


PARINGIN, Distrik Balangan adalah bekas distrik (kawedanan) yang merupakan bagian dari wilayah administratif Onderafdeeling Alabio dan Balangan pada zaman kolonial Hindia Belanda dahulu. Kini wilayah distrik ini telah berkembang menjadi Kabupaten Balangan.
Ditinjau dari sisi sejarah, khususnya pada masa perjuangan fisik melawan Belanda, Balangan memang berbeda dari HSU. Pertahanan Amuntai dipegang oleh pemerintahan militer Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI) Divisi IV Kalimantan dengan sebutan “BN. 5”, sedangkan Paringin punya kode “R. 27 – B”.
Pada masa kolonial, guna memaksimalakan produksi karet di seluruh wilayah adBalangan pemerintah kolonial Belanda mempunyai strategi khusus dalam perniagaan karet. Dimana strategi khusus itu, dinamakan system kupon, yaitu hadiah yang diberikan setiap tahunnya bagi pemilik kebun, karet yang selalu memelihara kebun karetnya dengan baik sehingga terawat dan bersih serta hasil sadapannya yang baik.
Strategi yang dijalankan Belanda guna mengambil keuntungan sebagai pihak pemegang monopoli perdagangan karet dalam jumlah besar ini ternyata, cukup efektif untuk memancing pemilik kebun karet memelihara kebun karet dan kualitas karetnya sehingga meningkatkan pendapatan para pemilik kebun.
Masa kejayaan karet ini menjadikan para pemilik kebun besar mempunyai kemapanan ekonomi dimasanya. Sehingga mereka mempunyai kesempatan membangun rumah berasektektur Eropa yang digabung dengan arsiktektur yang dikenal dengan istilah Rumah Kuna.
Ada tiga buah rumah Kuna di Kabupaten Balangan tepatnya di Desa Simpang Tiga dan Hilir Pasar Kecamatan Lampihong yang dibangun pada masa kolonial Belanda yang dibangun sekitar tahun 1932.
Ketiga rumah Kuna ini masing-masing milik Alm. H. Sjoekoer dan Alm. H Densi di Desa Simpang Tiga sedangkan satu lagi rumah Kuna milik Alm. H. Sulaiaman yang merupakan Alm. H Densi di Desa Hilir Pasar, namun sayang rumah ini terlihat kurang terawat bila dibandingkan dengan kedua rumah Kuna lainnya. Diketahui Alm. H. Densi merupakan pemilik kebun karet besar di wilayah Batu Mandi pada masa kolonial Belanda.
Arsitektur rumah Kuna ini merupakan perpaduan antara arsitektur tradisional dengan arsitektur Eropa. Arsitektur Eropa ditandai dengan pengunaan beton pada bagian depan ataupun bawah (lantai) sedangkan arsitektur tradisional ditegaskan dengan bentuk rumah panggung dan bentuk pintu dan jendela yang tinggi besar. Fasat depan penuh dengan jendela kupu-kupu yang berbentuk angin-angin. Ciri tradisional lainnya ditandai dengan adanya makam dan kolam air di samping rumah (rumah milik Alm. H. Sjoekoer). Selain itu, rumah Kuna milik Alm. H. Densi pada bagian depannya ada bangunan kecil seperti pos penjagaan. Bangunan kecil ini adalah rumah uang (brankas) yang digunakan untuk menyimpan uang hasil penjualan karet pada masa itu, hal ini membuktikan wilayah Balangan secara umum pernah mengalami jaman kejayaan karet dimasa kolonial Belanda.
’’Rumah Kuna milik Alm. H. Sjoekoer juga pernah dipakai oleh tentara Belanda saat masa revolusi pada tahun 1948-1949,’’ ujar Johansyah (63thn) salah satu warga Desa Simpang Tiga.
Rumah Kuna milik Alm. H. Sjoekoer, menurut Johansyah, dipilih Belanda sebagai pos tentaranya karena letaknya yang strategis yakni, terletak di pinggir jalan raya Amuntai-Paringin dan juga hanya berjarak sekitar 100 meter dari sungai Balangan.
Sehingga dengan menempati rumah tersebut, pihak Belanda dengan leluasa melakukan mobilisasi pasukan dari Amuntai ke Paringin akan lebih mudah baik lewat jalan darat maupun melaui jalur air yakni, mengunakan sungai Balangan yang bermuara ke daerah Amuntai ataupun Alabio hingga ke sungai Barito.
Kini Rumah Kuna milik Alm. H. Sjoekoer tersebut, kini ditempati oleh sang cucu yakni, H Farhan bin H Halidi.
“Saat Belanda memakai rumah kami sebagai markasnya, Ayah dan kakek pergi mengungsi ke tempat keluarga lain yang juga berada di Lampihong,” ungkap H Farhat.
Setelah Belanda pergi, kata H Farhat, keluarganya kembali menempati rumah tersebut.
“Namun sebelum ditempati. Rumah ini dibersihan secara aturan Islam yakni, disucikan menggunakan tanah (di Satru),” bebernya. (sugi)







Sungai Balangan Tercemar Limbah PT Adaro Indonesia

 


Tim dari BLHK Balangan bersama pihak PT Adaro Indonesia turun kelapangan, Senin (8/6) kemarin sore untuk melihat  kolam pengendapan (settling pond/SP) bernomor SP 10B HW milik PT Adaro Indonesia yang diduga menjadi penyebab keruhnya sungai Balangan dua hari lalu.
Kepala BLHK Balangan Karim Suadi disela tinjauan itu mengakui, jika kegiatan peninjauan dilakukan dalam rangka pengambilan sampel air untuk diuji coba.
“Pengambilan sampel ini sudah yang ketiga kalinya, sebelumnya mulai hari Sabtu kita juga sudah mengambil untuk diteliti lebih lanjut,” bebernya.
Hasil pemeriksaan dilab nantinya, lanjut Karim, akan membuktikan tercemar tidaknya air sungai Balangan.
“Setelah hasil lab keluar baru kita menentukan tercemar tidaknya,” tegasnya.
Dilain pihak, saat dikonfirmasi PT Adaro Indonesia melalui External Relations division Head PT adaro Indonesia Rizki Dartaman mengungkapkan, perusahaan sedang  mendalami investigasi yang dilakukan untuk mengetahui kekeruhan air yang diduga tercemar.
Namun demikian, terlepas apakah itu berasal dari mana pun, perusahaan sudah berhasil melakukan normalisasi kekeruhan sungai yang sempat terganggu, sehingga sungai kembali pada keadaan semula dalam waktu yang tidak lama.
“Hingga saat ini, karena penanganan yang tepat dan cepat dampaknya pun dapat  diminamalisir. Hingga kini memang belum ada temuan laporan ikan mati atau dampak lainnya di bagian hulu sungai Balangan yang disampaikan ke Kami,” ungkapnya.
Meski demikian lanjutnya, kalau ada pihak yang mengatakan ikan kerambanya mati di bagian hilir sungai ini, maka itu perlu diteliti lebih  dalam penyebabnya, karena tidak serta merta bisa langsung dikaitkan dengan kondisi yang terjadi.
“Apalagi instansi berwenang sedang meneliti sampel air yang diduga kekeruhanya tidak normal itu,” tegasnya.
Sebelumnya, masyarakat di Kecamatan Juai, Paringin dan Lampihong yang bermukim di sepanjang sungai Balangan terkejut, sebab air sungai berubah warna jadi susu kecoklatan.
Dimana perubahan warna air sungai Balangan ini, diduga kuat akibat masuknya air limbah milik perusahaan tambang batubara yang beroperasi diwilayah Bumi Sanggam.
Kepala desa Sirap Kecamatan Juai, Nanang suprapto mengakui, jika air sungai Balangan yang melalui desanya sudah selam dua hari ini berubah warna.
“Perubahan warna ini sudah terjadi sejak dua hari lalu, untuk sementara saya tidak tahu persis penyebabnya. Namun, ada kemungkinan itu berasal dari tambang pasalnya, warna keruhnya tidak seperti keruh pas hujan, selama ini tidak turun hujan,” ungkapnya.
Kecaman keras dilontarkan wakil ketua II DPRD Balangan M Nor Iswan terkait berubahnya warna air sungai Balangan menjadi susu coklat.
Politisi PKS ini mengungkapkan, kejadian ini tidak pertama kalinya yang membuktikan tidak ada upaya serius dari perusahaan untuk memperbaikinya.
“Kalau betul ini akibat limbah tambang maka pemerintah daerah harus bertindak tegas. Lakukan penyidikan atas insiden ini, jika kejadian ini terus terjadi maka tambang di Balangan harus ditutup,” ungkapnya. (sugi)

Thursday 7 April 2016










BWS Tolak Permintaan PT Adaro Indonesia Terkait Peningkatan Pembuang Volume Limbah Ke Sungai Batang Balangan

Rencana peningkatan pembuangan air limbah batubara oleh PT Adaro Indonesia dari 6 (Enam) Settling Pond dan rencana pembuangan 2 (Dua) Settling Pond ke Sungai Balangan untuk sementara tidak mendapat rekomendasi dari Balai Wilayah Sungai (BWS) Kalimantan II yang menaungi wilayah Kalsel dan Kalteng.
Hal ini terungkap saat acara akspos yang digelar oleh BWS Kalimantan II, Selasa (28/7) kemarin, yang langsung dipimpin oleh Bupati Balangan H Sefek Effendie yang dihadiri oleh pihak PT Adaro Indonesia dan SKPD terkait.
Kepela seksi program dan perencanan BWS Kalimantan II Didi Yudha lesmana yang menjadi tim rombongan BWS dalam acara itu mengungkapkan, berdasarkan hasil analisa diketahui bahwa untuk permohonan pembuangan air limbah dari Enam settling pond milik PT Adaro Indonesia melalui Lima anak sungai yang mengarah ke Sungai Batang Balangan Tiga diantara tidak mampu menampung tambahan beban air limbah.
“Dari hasil analisi kami Sungai Tutupan, Dahai dan Paran tidak mampu menampung beban air limbah sesuai izin yang diminta oleh PT Adaro Indonesia. Sedangkan Dua Sungai lainnya yakni, Sungai Kanio dan Belerang masih mampu menampung tambahan beban air limbah,” bebernya.
Tidak mampunya daya tampung sungai itu terhadap tambahan beban limbah, menurut Didi Yudha adalah, terjadinya defisit dimana daya tampung sungai tidak memadai dengan rencana peningkatan debit tambahan beban limbah yang akan dibuang melalui sungai tersebut.
Dimana lanjut, Didi Yudha, dari data kajian teknis volume dan kapasitas tampung sungai penerima beban air limbah dari settling pond yang diberikan PT Adaro Indonesia diketahui Tiga dari Lima sungai yang akan digunakan tidak akan mampu menampung beban debit sesuai yang dimintakan izin oleh PT Adaro Indonesia.
“Sungai Kanio misalnya, hanya mempunyai daya tampung 7,784 m3/det namun oleh Adaro direncanakan total debit sungai tersebut ditambah menjadi 14,371 m3/det sehingga ada defisit daya tampung sebesar -6,587 m3/det,” bebernya.
Berdasarkan anilis dan data tersebut, maka kata Didi Yudha, pihaknya untuk sementara tidak memberikan rekomendasi kepada pemerintah daerah Balangan untuk mengeluarkan izin baik untuk peningkatan pembuangan air limbah Batubara dari Enam sttling pond maupun untuk rencana pembuangan air limbah Batubara dari Dua settling pond ke Sungai Batang Balangan melalui ke Lima anak sungai yang diajukan oleh pihak PT Adaro Indonesia.
“Sementara kita tidak memberikan rekomendasi, silahkan pihak Adaro untuk menyusun lagi permohonan izin tersebut dengan analisi yang lebih lengkap lagi,” tegasnya.
Sedangkan Bupati Balangan menyarankan agar pihak PT Adaro Indonesia dan BWS Kalimantan II untuk duduk bersama membahas permasahan tersebut. Sehinga apa yang menjadi keinginan perusahaan tetap bisa berjalan namun dalam segi aturan tetap sesuai.
Sedangkan Kepala dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Balangan, Rasman dalam acara tersebut memberikan saran agar dalam pembahasan nantinya baik pihak Adaro maupun BWS Kalimantan II dalam menambahkan analisis lainnya, bukan hanya terbatas pada anilisi aspek daya tampung sungai namun juga aspek lainnya.
“Kita tahu selain PT Adaro Indonesia di Balangan juga beroperasi perusahaan tambang lainnnya yang tentunya limbahnya juga akan turut dibuang sungai. Jika hal ini diabaikan bisa saja nantinya terjadi over daya tampung Sungai Batang Balangan dimasa akan datang,” dia mengingatkan.
Senada dengan itu, kepala Badan Lingkungan Hidup dan Kebersihan (BLHK) Balangan Karim Suadi juga mengingatkan hal serupa.
“Selain perusahaan tambang ada juga pihak lainnya seperti rumah sakit yang melakukan pembuangan limbah ke Sungai Batang Balangan. Ini harus perhatikan, jangan sampai daya tampung Sungai Batang Balangan habis saat ini sedangkan dimasa akan datang masih ada kemungkinan perusahaan lain mengunakannya,” jelasnya.
Selain itu, menurut Kabid Amdal pada BLHK Balangan Atep Edi Rusmayadi mengingatkan, agar pihak PT Adaro segara membangun Dam pengendali (Check Dam) yang tercantum dalam Amdal peningkatan produksi PT Adaro Indonesia dari 45 juta ton menjadi 80 juta ton per tahun.
“Saya mengingatkan dan menagih janji PT Adaro Indonesia agar segara membuat Check Dam sesuai AMDAL yang telah ada. Dengan adanya Check Dam tersebut, permasalahan peningkatan pembuangan limbah batubara ke Sungai Batang Balangan sedikit banyaknya akan terselesaikan,” pintanya.
Dilain pihak, menurut pemapaparan tim ahli dari PT Adaro Indonesia rencana peningkatan pembuangan air limbah batubara oleh PT Adaro Indonesia dari 6 (Enam) Settling Pond dan rencana pembuangan 2 (Dua) Settling Pond ke Sungai Balangan sudah sesuai dengan analisi yang dilakukan.
Jadi sungai yang akan mengalami peningkatan debit pembuangan limbah masih sesuai dengan kapasitas sungai masing-masing (sugi)


 










HGU Lahan Pirsus II Paringin Take Over ke PT. Adaro
Lahan Hak Guna Usaha (HGU) Perkebunan Inti Rakyat Khusus (Pirsus) II Afdeling Paringin seluas 2071 hektare dari PT Perkebunan Negara (PTPN) Persero resmi di Take over ke PT Adaro Indonesia per 22 Mei 2014 lalu.
Pelepasan kepemilikan tersebut menimbulkan berbagai polemik di masyarakat sekitar. Terang saja, lahan HGU yang harusnya digunakan untuk perkebunan karet telah berpindahtangan ke perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan batubara.
Masa lahan HGU untuk perkebunan karet bisa dialihtangankan ke tambang mineral? Kenapa bisa jadi sampai begitu? Ujar salah seorang warga sekitar dengan ekspresi kaget dan kecewa setelah mendengar kabar take over tersebut.
Tidak hanya itu, take over itu juga berdampak langsung pada nasib para buruh lepas yang menggantungkan nasib mereka dari penghasilan menyadap karet di eks Pirsus II Paringin itu. Pasalnya, pasca kepemilikan lahan secara resmi berpindah kepada PT Adaro Indonesia, segala aktivitas yang dilakukan di lahan tersebut langsung dihentikan termasuk penyadapan karet.
Sesuai informasi yang didapat dilapangan, ada 194 karyawan lepas yang mencari nafkah di eks perkebunan karet milik PTPN XIII yang berlokasi di dua desa tersebut, yaitu Desa Lok Batung dan Babayau Kecamatan Paringin.
Salah seorang pekerja lepas mengatakan, selain sangat menyayangkan pemindahtanganan lahan tersebut, dia juga sangat kecewa dengan pemberitahuan mendadak terkait penghentian aktivitas penyadapan karet di lahan itu. Padahal, penghasilan untuk menghidupi anak istri setiap harinya bergantung pada hasil menyadap karet di sana.
“Kita hanya menyayangkan kenapa pemberitahuan penghentian aktivitas ini sangat mendadak dan tidak ada sosialisasi sebelumnya, kalau begini kan mau dikasih makan apa anak dan istri. Belum lagi ke depannya, kalau perkebunan karet PTPN ini tidak ada lagi, mau kerja apa kami nanti,” keluhnya.
Dilain pihak, tokoh masyarakat Balangan Syahrani Aheng juga mengaku terkejut dengan adanya take over izin HGU dari PTPN XIII ke PT Adaro Indonesia itu.
Diakuinya, lahan HGU Perkebunan Inti Rakyat Khusus (Pirsus) II Paringin yang merupakan bagian dari PTPN XIII bukan hanya sekedar perkebunan namun lebih dari itu, keberadaan HGU Pirsus II Paringin memiliki peranan yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat Balangan.
“Seharusnya ada tinjauan lebih konfrehensip dan melibatkan masyarakat secara intensif mengenai pengalihan fungsi lahan ini,” sesal tokoh sentral pengagas berdirinya perkebunan Pirsus II di Balangan tersebut.
Syahrani Aheng juga menyayangkan sikap Pemerintah Daerah yang tidak memberikan respon lebih dalam menjaga kelangsungan keberadaan perkebunan Pirsus II Paringin, supaya tidak dialihfungsikan menjadi areal pertambangan.
“Perkebunan Pirsus II Paringin merupakan pundemental dalam perjalanan sejarah Balangan dalam segala aspek kehidupan, seharusnya perkebunan itu tidak dialih fungsi sektor pertambangan, yang tentunya asfek yang ditimbulkan jauh berbeda antara perkebunan dengan pertambangan baik secara ekonomi, sosial budaya, maupun lingkungan bagi masyarakat Balangan,” ketusnya.
Sedangkan saat dikonfirmasi, Manajer Kebun PTPN XIII (Persero) Kebun Tambarangan yang membawahi wilayah Pirsus II Paringin, Ir H Priyo Harjono kepada wartawan menguraikan, sejatinya pelepasan aset afdeling Paringin tersebut sudah melalui proses yang panjang, termasuk melalui kajian dan tahapan-tahapan mendalam. Walaupun pemberitahuan kepada pekerja terkesan mendadak kata dia, itu hanya untuk menghindari campur tangan dari oknum-oknum tidak bertanggungjawab yang memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan.
Ditegaskannya, pemindahtanganan lahan HGU sama sekali tidak melanggar aturan, karena itu sudah sesuai dengan Peraturan pemerintah RI No 40 tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah Pasal 16 yang menyatakan, (1) HGU dapat beralih atau dialihkan kepada pihak lain, (2) Peralihan HGU terjadi dengan cara : Jual beli, Tukar Menukar, Penyertaan Modal, Hibah dan Pewarisan.
Dijelaskan Priyo, ada beberapa dasar pihaknya melakukan pelepasan atas aset afdeling Paringin tersebut, di antaranya pengembangan perluasan kebun sulit dilakukan mengingat areal di sekitarnya telah dikuasai oleh perusahaan Pertambangan.
Walaupun pengelolaan terhadap lahan HGU tersebut masih bisa dilakukan lanjutnya, terutama yang tidak overlap selama tiga tahun (pendapatan bruto). Namun, pilihan ini diperkirakan akan menghadapi tantangan dan rongrongan dari pihak yang berkepentingan di sekitar kebun, sehingga waktu serta biaya sosial yang harus dikeluarkan oleh PTPN XIII relatif besar.
Kemudian berdasarkan Appraisal dan Kajian PT Riset Perkebunan Nusantara (RPN), pengembangan perkebunan karet di Afdeling Paringin sulit dilakukan mengingat areal yang terbatas. Alternatif untuk pengembangan kelapa sawit pun secara finansial tidak layak untuk dilaksanakan.
“Sebagian besar areal HGU di Afdeling Paringin sudah ditanami karet oleh masyarakat sekitar, sehingga upaya untuk rehabilitasi dan pengembangan kebun akan menghadapi kendala dan permasalahan ganti rugi atas tanaman tersebut,” tuturnya.
Namun kata dia, permasalahan lain yang tidak kalah pentingnya ialah, adanya tumpang tindih dengan ijin pertambangan PT Adaro Indonesia yang aktif melakukan kegiatan pertambangan.
Hal itu dipertegas opini BPKP yang menyatakan bahwa kandungan batubara di bawah tanah HGU seluas 2.071 Ha tersebut terdapat dua Izin Usaha Pertambangan, yaitu PKP2B PT Adaro Indonesia dan IUP yang diberikan Bupati Balangan kepada PT Putera Bara Mitra.
Sedangkan nasib para pekerja lepas, diakui Priyo, pihaknya akan memberikan kesempatan kepada pekerja lepas untuk bekerja dengan status yang sama di kebun Tambarangan Kabupaten Tapin.
“Pekerja lepas kita berikan kesempatan untuk bekerja di sana, jadi tergantung yang bersangkutan mau atau tidaknya, yang jelas kita sudah memberikan solusi,” ujarnya yang mengatakan bahwa pihaknya juga akan memberikan pesangon kepada pekerja lepas, sesuai dengan masa kerjanya yang dihitung sejak dihentikannya aktivitas menyadap sampai akhir bulan Mei ini.
Dewan : Pemerintah Jangan Tutup
Pemindahan kepemilikan lahan (Take Over) Hak Guna Usaha (HGU) Perkebunan Inti Rakyat Khusus (Pirsus) II Afdeling Paringin seluas 2071 hektare dari PT Perkebunan Negara (PTPN) Persero ke PT Adaro Indonesia per 22 Mei 2014 lalu, selain menimbulkan pertanyaan di masyarakat juga menjadi perhatian khusus Dewan Perwakilan Rakyat Derah (DPRD) Kabupaten Balangan.
Saat ditemui Ketua DPRD Balangan H Zainuddin yang didampingi wakil ketua DPRD H. M Yusuf A mengungkapkan, selain tidak adanya koordinasi dengan Dewan mengenai Take Over HGU Pirsus II Afdeling Paringin seluas 2071 hektare dari PT Perkebunan Negara (PTPN) Persero ke PT Adaro Indonesia juga dikwatirkan akan menimbulkan dampak sosial yang luas.
H. A Yusuf menambahkan, selama ini kalangan DPRD Kabupaten Balangan tidak pernah tahu maupun diberi tahu baik terkait akusisi lahan HGU seluas 2.071 hektare tersebut, baik dari pihak PTPN XIII sebagai pemegang izin sah maupun dari PT Adaro Indonesia sebagai pengelola lahan selanjutnya, bahkan dari Pemerintah kabupaten (Pemkab) Balangan sendiri selama ini, juga tidak ada sedikit pun pemberitahuan mengenai rencana ataupun pelaksanaan akusisi lahan HGU milik PTPN XIII tersebut.
“Kok tiba-tiba PTPN XII meng take over lahan HGU nya, lalu DPRD Balangan dianggap apa, pemerintah daerah juga harus segera bertindak secepat mungkin menyelesaiakn permasalahan ini, jangan sampai pemerintah tutup mata,” ujar politisi Golkar tersebut.
M Yusuf A mengakui, pihaknya akan membentuk tim untuk menyelesaikan permasalahan pengalihan lahan HGU seluas 2.071 hektare tersebut dari pihak PTPN XIII sebagai pemegang izin sah ke PT Adaro Indonesia.
“Permasalahan ini bisa kita limpahkan ke komisi II atau komisi lain yang terkait, dan tidak menutup kemungkinan kita akan bentuk Panitia Khusus (Pansus) terkait permasalahan ini,” tegasnya.
Sedana dengan pernyataan itu, ketua komisi II Sumarso mengakui, pihaknya akan berkoordinasi dengan pihak terkait baik Pemkab Balangan maupun Dirjen kementerian terkait, guna penyelesaian permasalahan terkait tindakan PT Adaro Indonesia yang mengakuisisi secara resmi lahan HGU PTPN XIII (Persero) kebun Tambarangan Afdeling Paringin.
“Selain proses akusisi, kita juga akan pertanyakan tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) terkait kesepakatan take over tersebut,” tegas Sumarso.
Lebih jauh Sumarso mengatakan, pihaknya pasti akan melakukan tindakan lanjutan terkait permasalahan ini, namun waktunya belum kita tentukan, yang pasti secepatnya akan dilaksanakan.
Selain itu, Sumarso juga meminta semua pihak baik masyarakat, PTPN, dan PT Adaro untuk menahan diri, jangan ada saling provokasi. “Sebelum ada kejelasan mengenai masalah ini, kita ingin masyarakat tetap diperbolehkan bekerja di lahan HGU kebun Pirsus II Paringin tersebut,” pintanya.
Keluhan serupa juga ditunjukan Ketua LSM Hijau Rindang Lestari, H Hudari mengaku, bingung atas tindakan PTPN XIII sebagai BUMN melapas secara resmi lahan HGU nya kepada PT Adaro Indonesia.
“Izin HGU PTPN XIII merupakan izin perkebunan, yang seharusnya tidak boleh serta merta dialih fungsikan ke sektor pertambangan, harus ada kajian konfrehensif secara mendalam terkait alih fungsi tersebut baik secara lingkungan maupun sosial budaya disekitar lahan tersebut,” tegasnya.
Lebih jauh H Hudari membeberkan, seharusnya jika PT Adaro Indonesia akan menggunakan lahan HGU PTPN XIII tersebut maka harus ada kajian lingkungan terlebih dahulu yakni berupa, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), dimana AMDAL merupakan kajian dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, yang dibuat pada tahap perencanaan, dan digunakan untuk pengambilan keputusan.
“Sesuai izin AMDAL yang diberikan kepada PT Adaro Indonesia di Tahun 2012 lalu, terkait peningkatan produksi dari 45 juta ton/tahun menjadi 80 juta ton/tahun tidak ada perluasan lobang tambang yang ada hanya pendalam lobang tambang, artinya tindakan PT Adaro Indonesia yang mengakuisisi secara resmi lahan Hak Guna Usaha (HGU) PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XIII (Persero) bisa ditiadakan kerna tidak akan mengganggu jalannya peningkatan produksi yang dilakukan PT Adaro Indonesia,” bebernya.
Ditambahkan Hudari, seharusnya PTPN XIII (Persero) sebelum melepas lahan HGU nya harus menyelesaikan terlebih dahulu permasalahan dengan masyarakat terkait status lahan mereka.
“Padahal sampai saat ini masih ada permasalahan lahan masyarakat dengan PTPN XIII, seharusnya PTPN menyelesaikan dahulu permasalahan yang ada sebelum melakakukan take over ke PT Adaro Indonesia,” bebernya.
Dilain pihak, menurut Goverment and Media Relations (GMR) Departement Manager PT Adaro Indonesia, Hikmatul Amin saat dikonfirmasi wartawan mengatakan, mengenai lahan PTPN Yang kini di ambil alih PT. Adaro Indonesia dengan lahan HGU seluas 2071 Hektar (Ha) bukan untuk di tambang, melainkan sebagai Areal pendukung pertambangan.
“Areal tersebut kita manfaatkan untuk areal pendukung seperti areal reklamasi atau penghijauan dan pengolahan limbah serta disposal (pembuangan tanah) dan lainnya, yang jelas bukan untuk ditambang.” katanya.
Diakuinya, untuk keterlibatan pemerintah daerah (Pemda) dalam proses take over dirinya kurang paham, tapi ditegaskannya, yang jelas PTPN PIRSUS II Paringin temasuk dalam BUMN dan kewenangan BUMN untuk melepas.
Amin menambahkan, kesepakatannya di Jakarta antara BUMN dan PT. Adaro Indonesia, melalui beberapa proses tahapan sesuai prosedur, karena perusahaan negara jadi di bawah BUMN.
“Sesuai dengan Peraturan pemerintah RI No 40 tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah Pasal 16 yang menyatakan, (1) HGU dapat beralih atau dialihkan kepada pihak lain, (2) Peralihan HGU terjadi dengan cara : Jual beli, Tukar Menukar, Penyertaan Modal, Hibah dan Pewarisan,” bebernya.
Pengambilalihan HGU PTPN XIII Oleh Adaro; Potret Ekonomi Rente Pertambangan.
Thursday, 05 June 2014 17:52
Siaran pers JATAM, 5 Juni 2014
Peralihan Hak Guna Usaha Perkebunan Inti Rakyat Khusus (HGU Pirsus) II afdeling Paringin, Kabupaten Balangan Kalsel, dari PTPN XIII ke PT Adaro Indonesia pada 22 Mei 2014 lalu, adalah salah satu potret nyata bagaimana praktek ekonomi rente telah menjadi bagian dari industri pertambangan. Seperti halnya di wilayah lain, tumpang tindih lahan HGU maupun Konsesi Pertambangan menjadi pemicu para pengusaha maupun pemberi ijin untuk melanggengkan model pembangunan yang berbasis rente. Tanpa peduli kawasan tersebut telah dimiliki ataupun diperuntukkan untuk sektor lain, cara apapun dilakukan untuk mendapatkan izin.
Peralihan HGU Pirsus tersebut menjadi wilayah pertambangan tentu bukan tanpa masalah. Tidak hanya bentang alam saja yang akan dirombak, masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari sektor perkebunan karet juga mengalami nasib yang tidak menentu. Tidak hanya 236 karyawan dari Pirsus PTPN XIII saja yang kehilangan mata pencahariannya, masyarakat sekitar yang bergantung pada keberlangsungan kegiatan perkebunan tersebut juga terancam. Ancaman konflik dan gejolak sosial di masyarakat semakin terbuka lebar.
Walaupun PT Adaro Indonesia mengklaim lahan yang diambil alih tersebut untuk reklamasi, pembuangan limbah dan bahan disposal, namun tetap saja kegiatan tersebut adalah satu kesatuan dalam industri pertambangan. Argumentasi peralihan HGU Perkebunan menjadi Areal Pendukung Pertambangan (APP) tentu saja tidak memiliki landasan hukum yang jelas.
Semestinya lahan HGU hanya diperuntukkan bagi kegiatan perkebunan, pertanian dan/atau peternakan, sesuai dengan PP 40 tahun 1996 tentang HGU, HGB dan Hak Pakai Atas Tanah. Pasal 16 tentang Peralihan HGU hanya sebatas mengatur mekanisme peralihan HGU tanpa mengubah peruntukan lahan tersebut. Artinya, peralihan HGU ke pihak lain tidak serta merta merubah peruntukan lahan HGU tersebut. Peruntukan lahan  HGU yang dialihkan harus sesuai dengan perijinan awalnya.
Tumpang tindih lahan dan konsesi di berbagai wilayah yang selama ini “dipelihara dengan baik” oleh kepala daerah selaku pemberi ijin, membuka peluang besar terjadinya suap atau gratifikasi. Hingga saat ini pun masih belum jelas landasan hukum dan mekanisme perizinan apa yang digunakan PT Adaro Indonesia untuk mengambil alih dan merubah peruntukan HGU tersebut.
Perampasan ruang hidup masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari kebun karet menjadi salah satu PR besar yang harus diselesaikan oleh Pemda. Pembiaran tumpang tindih yang berlarut-larut diindikasikan akan meningkatkan bargaining dari kepala daerah selaku pemberi ijin serta celah terjadinya suap dan gratifikasi.
Tidak seharusnya sektor pertambangan menjadi basis pembangunan ekonomi suatu daerah. Sektor pertambangan yang bersifat “Keruk Habis, Jual Cepat” berkontribusi besar pada semakin menurunnya kualitas hidup masyarakat di suatu daerah. Ditambah lagi dengan “ekonomi rente” yang melekat pada industri pertambangan, mengundang dan mempengaruhi kekuasaan untuk mengeruk keuntungan dengan sama sekali tidak berkontribusi pada peningkatan perekonomian dan kualitas hidup masyarakat.
Warga Mengadu Ke Dewan
Puluhan warga Desa Lamida Bawah Kecamatan Paringin mendatangi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Balangan untuk menemui wakil meraka, guna menyampaikan aspirasi terkait kejelasan nasib tanah milik mereka, pasca pengalihan pengusaan lahan Hak Guna Usaha (HGU) milik PTPN XIII Avdeling Pirsus Paringin seluas 2071 Ha ke tangan PT. Adaro Indonesia.
Kedatangan masyarkat disambut dengan melaksanakan rapat dengar pendapat/hearing dialog dengan komisi II DPRD Kab. Balangan selain diterima ketua komisi II DPRD Kab. Balangan Sumarso beserta dua anggotannya rapat tersebut juga diikuti Akhmad Fauzi Asisten II Setda Kab. Balangan, Haryono Kepala dinas kehutanan dan perkebunan, dan Nugraha kepala BPN, beserta Mukhlis Ridhani Kasi SPP BPN dan Syamsurizal Staf BPN, rapat dilaksanakan di ruang rapat DPRD Kab. Balangan, Kamis (12/6/2014)
Perwakilan masyarakat H Jumhari mengatakan, meminta agar DPRD bisa memperjuangkan aspirasi masyarakat guna mendapatkan haknya atas tanah yang dimiliki secara turun temurun, namun hingga kini tanah tersebut diklaim masuk dalam kawasan HGU PTPN XIII yakni Pirsus II Paringin.
“Apalagi setelah take over yang dilakukan PTPN ke PT Adaro permasalahan yang timbul semakin rumit, dimana tanah yang kami miliki sebagian sudah digarap oleh PT Adaro. Padahal tanah tersebut milik masyarakat kami bukan milik PTPN, untuk itu kami meminta penyelesaian permasalahan tersebut,” pintanya.
Menanggapi permasahan tersebut, Ketua Komisi II DPRD Balangan Sumarso mengatakan, Dewan akan mengkomodir keinginan masyarakat guna penyelesaian permasalahan tersebut sesuai dengan kewenangan yang dimiliki pihaknya sebagia wakil rakyat berdasarkan peraturan yang berlaku.
“Kita secepatnya akan memanggil pihak PTPN XIII guna pempertemukan dengan masyarakat untuk penyelesaian permasalahan yang dialimi masyarakat tersebut,” tegasnya.
Masih menurut Sumarso, pihaknya selain memanggil pihak PTPN XIII juga berencana akan memanggil pihak lainnya yang terkait masalah ini.
Senada dengan Sumarso, anggota Komisi II yang hadir Nor Iswan mengatakan, menurut penilaian kami permasalahan yang ada terkonsentrasi menjadi dua yakni, permasalahan awal terbitnya izin HGU PTPN tahun 1986 dimana adanya hak masyarakat yang tidak dipenuhi dalam perjalanan penerbitan HGU tersebut, dan yang kedua adalah permasalah yang ditimbulkan kerna terjadinya Take Over lahan HGU menjadi kawasan pertambangan dimana selain proses take over sendiri secara dateil belum ada kejelasan yang diterima DPRD, permasalahan sosial akibat take over tersebutpun belum ada perencanaan penyelesaiannya.
“Kerna apabila lahan HGU tersebut berubah fungsi menjadi pertambangan, maka otomatis kehidupan sosial disekitar lahan HGU akan berubah, padahal disana ada mesjid, sekolah, dan sarana umum lainnya, permasalahan tersebut harus diselesaikan dulu sebelum adanya perubahan kawasan,” bebernya.
Untuk itu, diakui Nor Iswan pihaknya akan berkoordinasi dengan Pemkab Balangan guna pembahasan permasalahan terkait take over PTPN ke PT Adaro Indonesia tersebut, salah satunya dengan cara meminta klarifikasi baik kepada PTPN maupun ke PT Adaro Indonesia.



Gunung Hauk merupakan puncak gunung tertinggi di Kabupaten Balangan dengan ketinggian mencapai 1325 MDPL (Meter Dari Permukaan Laut) secara administratif Gunung Hauk berada di Desa Ajung Kecamatan Tebing Tinggi Kabupaten Balangan.
Gunung Hauk yang merupakan bagian dari pegunungan Meratus selain menjadi tempat Sakral/keramat kerna dijadikan tempat rangkaian berbagai ritual adat oleh Masyarakat sekitar yang merupakan suku Dayak, Gunung Hauk sejak tahun 1990’an juga menjadi tempat pendakian bagi para pencinta alam baik dari wilayah Kalimantan Selatan maupun luar meski gunung Hauk bukan puncak tertinggi yang ada di Kalimantan Selatan.
Gunung Hauk menjadi salah satu tempat pendakian baik oleh masyarakat umum maupun dari Para Pecinta alam kerna mempunyai kelebihan-kelebihan tersendiri yang tidak dimiliki di daerah lain seperti :
1. Adanya tempat yang disebut Hambal Lumut dimana kawasan Hambal Lumut merupakan kawasan yang dipenuhi tumbuhan lumut yang tebal sehingga jika berada disana serasa berada diatas Hambal (Karpet tebal).
2. Adanya Telaga Warna yaitu kolam alami yang terdapat dikawasan sebelum sampai puncak, dimana keistimewaan kolam tersebut yakni airnya berwarna kemerah-merahan namun saat diambil dari kolam warna berubah menjadi bersih dan bening, bahkan rasa airnya pun sangat segar, sebagaimana rasa khas dari pegunungan.
3. Hutan Kayu Habang, kawasan ini merupakan suatu areal yang akan dilalui saat menuju ke puncak gunung hauk, dan uniknya kawasan tersebut hanya didominasi pohon kayu berwarna merah (habang), sedangkan jenis kayu habang tersebut seperti pohon galam dengan banyak kulit kayunya yang terkelupas dengan besar pohon bervariasi dari yang kecil sampai yang besar.
4. Air terjun, jika melakukan pendakian ke Gunung Hauk melalui Desan Kambiyai Kecamatan Tebing Tinggi (bukan melalui Desa Ajung) maka akan melaui Air Terjun, dimana air terjun tersebut lumayan tinggi dan tentunya juga sangat indah.
5. Kekayaan hayati yang tak ternilai, sama seperti kawasan hutan meratus lainnya, kawasan hutan gunung hauk juga menyimpan kekayaan hayati yang tak ternilai, mulai dari vegetasi yang beraneka ragam saperti, pohon khas kalimantan yakni Ulin hingga tanama Aggrek khas meratus (aggrek bulan), sampai keanekaragaman hewan yang menjadikan kawasan hutan Gunung Hauk menjadi habitan hidupnya.
6. Kawasan puncak yang luas, dimana kawasan puncak Gunung Hauk merupakan hamparan yang cukup luas dengan didominasi tanaman vegetasi pohon cemara kerdil, dengan begitu kawasan puncak sangat nyaman untuk dijadikan bascame para pendaki saat menikmatai suasa di puncak gunung.
7. Mitos hujan yang selalu terjadi, selain keindahan puncak baik saat matahari terbenam maupun terbit, dan keanekaragaman hayati yang terjadi dikawasan puncak serta hutan di Gunung Hauk, mitos yang menyertainya pun juga menjadikan Gunung Hauk memiliki daya tarik sendiri, dimana salah satu mitos yang ada dan selama ini selau benar adalah setiap melakukan pendakian ke puncak gunung hauk para pendaki pasti bertemu hujan, meskipun mendaki disaat musim kemarau.
8.Adat dan keramahan masyarakat setempat, terlepas dari semua keindahan dan kelebihan yang dimiliki Gunung Hauk sebagai tempat pendakian, yang tidak kalah pentingnya ialah keramahan dan keaslian adat masyarakat setempat yang masih sangat kental.
9.Medan lengkap, yang tidak kalah menariknya ialah perjuang (perjalanan/medan) yang harus ditempuh saat mencapai puncak, dimana seakan-akan semua medan dialam bebas tersedia saat menuju puncak Gunung Hauk, dimulai dengan kawasan perkebunan masyarakat, menyeberang sungai (sungai pitap), menjelajah hutan, mendaki, meniti kawasan jurang berbatu, dan mendaki, serta melewati berbagai kawasan yang berbeda-beda namun menjadi satu kesatuan.
Untuk menuju Gunung Hauk pertama kali dimulai dari kota Paringin (ibu kota Kabupaten Balangan) ke Desa Tebing Tinggi (Ibu kota kecamatan Tebing Tinggi) yang memakan waktu sekitar 1 jam, selanjutnya dilanjutkan ke Desa Ajung yang juga sekitar 1 Jam, setelah itu dari Desa Ajung dilakukan pendakian dengan cara berjalan kaki (treking) yang ditempuh antara 3-4 jam hingga sampai puncak.





Kejuaraan Bulu Tangkis Digelar

PARINGIN, Kejuaraan bulutangkis dalam rangka memeriahkan Hut Bank Kalsel dan Hari jadi Balangan ke 13 resmi digelar.
Pelaksanaan kejuaran bulutangkis kerja sama Bank Kalsel dan Polres Balangan ini dibuka langsung oleh Kepala Disporaparbud H Hifni Effendi yang mewakili Bupati Balangan H Anshruddin, Senin (22/2) malam.
Dalam kejuaran yang mengharuskan salah satu pemain minimal berumur 40 tahun ini sedikitnya ada 41 pasang pemain yang menjadi peserta kejuaraan.
"Semoga denga kejuaraan ini, bulutangkis Balangan semakin bergaiarah dan terus menuai prestasi membanggakan," ujar Hifni.
Selain sebagai ajang pembinaan para pemain, menurut Hifni, kejuaraan ini juga merupakan ajang silaturahmi dan hiburan bagi warga karena banyak masyarakat yang menonton.
Sedangkan kepala Bank Kalsel Cabang Paringin, Firman mengungkapkan, kejuaraan bulutangkis merupakan rangkaian memeriahkan HUT Bank Kalsel dan Hari Jadi Kabupaten Balangan.
Digelarnya kejuaraan bulutangkis ini, menurut Firman, bukan hanya sekedar agenda memeriahkan HUT Bank Kalsel tetapi juga merupakan wujud kepedulian terhadap dunia olahraga khususnya cabang bulutangkis di Bumi Sanggam.
Dengan adanya kejuaraan ini, lanjut Firman, bisa dijadikan barometer pembinaan olahraga bulutangkis kedepannya.
“Semoga dengan adanya kejuaraan bulutangkis ini, bisa menjadi motivasi bagi para atlet untuk terus mengukir prestasi demi mengharumkan nama Balangan. Selain itu, kejuaraan ini juga bentuk sumbangsih kami bagi pembangunan bulutangkis Kabupaten Balangan," pungkasnya. (sugi)















SMK PPN Sekolah Terbersih Se Balangan

PARINGIN,
Salah satu faktor pendukung terpilihnya sekolah berbasis pertanian ini sebagai sekolah paling bersih se Balangan adalah sistematis pengolahan sampah sekolah yang dijadikan pupuk organik maupun kompos.
"Sudah dua kali kami menjadi sekolah terbersih se Balangan salah satu pada 2014 lalu," ujar Kepala SMK PPN Paringin Syahruddin.
Selain pengelolaan sampah yang kreatif, menurut Syahruddin, keberadaan pohon rindang dilingkungan sekolah juga menjadi faktor pendukung terpilihnya SMK PPN menjadi sekolah terbersih.
Penetapan sekolah terbersih sendiri didapat pada ajang penilaian adipura oleh Badan Lingkungan Hidup dan Kebersihan (BLHK) setempat.
Khusus pengelolaan sampah, lanjut Syahrudin, pihaknya menggunakan bahan utama sampah dedaunan yang ada disekitar sekolah dimana para saiswa dan guru pendamping bergotong-royong mengolahnya.
"Kami buat sendiri, hasilnya masuk kas sekolah, sekarang pupuk olahan SMK PPN Paringin sudah terkenal di Kabupaten Balangan dan dijual secara umum," pungkasnya. (sugi
Sudah beberapa kali SMK PPN Paringin menjadi sekolah terbersih tingkat lanjutan atas di Bumi Sanggam.

Waspada Kematian Bayi Masyarakat khususnya para orang tua, dimintai mewaspadai pada bulan februari sampai April mendatang. ...