PAHAJATAN, “KAMPUNG KECIL” TEMPAT WARGA MEMOHON HAJAT
Di
Balangan, tepatnya di Desa Tungkap, Paringin Selatan, terdapat sebuah kampung kecil dengan miniatur rumah yang dibangun untuk "orang gaib"
yang disebut Pahajatan. Tempat ini dinamakan Pahajatan karena orang-orang selalu datang ke sini dengan membawa sebuah hajat atau keinginan dan berharap
agar hajatnya tercapai.
"Lebih tepatnya mereka datang ke sini bertawasul
seperti berziarah ke makam para wali, jadi bukan menuhankan tempat ini. Saya
orang pertama yang menentang apabila ada yang menuhankannya," tegas Asran
(41), juru
kunci yang sudah turun-temurun menjaga tempat ini.
Asran
menjelaskan berdasar kisah turun-temurun dari keluarganya, keberadaan
situs pahajatan ini diawali dengan munculnya dengan tiba-tiba sebuah batu yang diyakini berasal dari Candi Agung Amuntai di
lokasi ini.
Pahajatan
dapat dicapai dengan berkendara dari pusat kota Paringin hanya dengan waktu
tempuh tak sampai sepuluh menit. Kita pun tak perlu harus berjalan kaki melintasi hutan belantara lagi, karena letaknya persis di pinggiran jalan Desa Tungkap.
Sebelum
mengantar pengunjung memasuki Pahajatan, Asran terlebih dulu komat-kamit mengucapkan kata-kata yang tak
jelas terdengar. Baru setelah itu sang
juru kunci memasuki gerbang Pahajatan dan mengajak pengunjung
mengikutinya.
Di
tengah-tengah Pahajatan terdapat sebuah pendopo yang bisa dinaiki oleh orang dewasa. Pendopo ini biasa digunakan untuk selamatan oleh orang-orang yang
berkunjung dengan membawa sebuah hajat.
Asran
menyebutkan bahwa setiap pengunjung
yang mempunyai hajat dianjurkan membawa bahan makanan mirip sesajen seperti
nasi ketan, kopi, telur, dan
lain
sebagainya. Namun, makanan
tersebut tidak untuk ditinggal di sana, melainkan untuk acara selamatan dan dimakan bersama-sama. Malah
pengunjung tak diperbolehkan meninggalkan
sampah makanan sedikit pun di tempat ini.
Selain
pendopo, bangunan lain berukuran kecil seperti miniatur rumah. Rumah-rumah mini (rurumahan) ini
dibangun oleh para pengunjung yang hajatnya telah tercapai. Beragam jenis rumah terdapat di sini, ada yang berbentuk rumah tradisional, seperti rumah adat Banjar
dan Jawa, ada pula yang berbentuk rumah modern.
Diungkapkan Asran, beragamnya bentuk rumah ini
karena pengunjung yang datang berasal
dari berbagai daerah. Mereka inilah yang
menentukan bentuk dan jenis rumah yang mereka inginkan.
Pengunjung
yang hajatnya tercapai sebenarnya tidak harus membangun rumah kecil di sini, bisa juga hanya menaruh kain kuning atau sekadar bunga tujuh rupa, tergantung niat masing-masing.
"Tapi karena selama ini orang yang hajatnya tercapai
selalu membangun rumah kecil, maka yang seterusnya pun mengikuti," ujar
Asran yang mengatakan tidak tahu persis
kapan awal mula rumah-rumah kecil itu dibangun.
Berdasarkan tulisan yang tertera pada setiap rumah, yang menyebutkan nama pemilik hajat dan tahun dibangunnya, dapat
kita ketahui bangunan tertua yang
masih kokoh berdiri hingga sekarang dibangun pada tahun 1940-an.
Asran selalu memantau rumah-rumah kecil ini setiap
hari
karena khawatir ada yang
menaruh makanan atau sesajen di sana. Kalau ada, biasanya dia akan memanggil si pemilik rumah dan menyuruhnya memakan sesajen itu.
"Setiap rumah ada nama pemiliknya, jadi mudah saja mengenalnya.
Kalau yang dari luar daerah tidak mungkin mau jauh-jauh hanya untuk menaruh sesajen," ujar
Asran.
Orang
yang memiliki hajat biasanya dating pada hari Senin dan Jumat, karena diyakini
pada hari itulah para ‘penghuni’ Pahajatan berada di sini.
Tentang asal muasal istilah 'urang halus' di kalangan masyarakat
Banjar yang ditujukan untuk menyebut makhluk gaib yang
berasal dari Pahajatan, Asran menampiknya.
Menurutnya meskipun rumah-rumah
di Pahajatan terlihat halus (kecil) di alam nyata, namun di alam sebelah (gaib)
ukurannya selayaknya seperti rumah manusia
pada umumnya. (wahyudi)
No comments:
Post a Comment