Monday 8 August 2016

Tumenggung Jalil dan Pemberontakan Banua Lima

Tumenggung Jalil dan Pemberontakan Banua Lima di Bumi Sanggam
Banyaknya tempat bersejarah baik sejarah perjuangan maupun peninggalan peradapan kebudayaan di Balangan tidak terlepas dari kondisi wilayah Balangan yang pada masa silam menjadi pusat pemukiman masyarakat yang ramai.
Namun sayang, keberadaan situs-situs bersejarah tersebut seakan tidak terperhatikan keberadaannya sehingga ada beberapa objek bersejarah kondisinya memerhatinkan.
Salah satu, objek bersejarah yang terlihat kurang terawat dan terkesan diabaikan ialah situ sejarah Benteng Tundakan yang berada di Desa Tundakan Kecamatan Awayan. Dimana gerbang masuk kawasan benteng alam yang dimasa lalu dijadikan benteng pertahanan oleh Pengeran Antasari saat melawan penjajahan kolonial Belanda terlihat lapuk dan sudah mau rubuh.
Selain itu, makam yang dipercaya sebagai kubur dari Tumenggung Macan Negara (Tumenggung Jalil) salah satu pejuang yang gugur dalam peperangan 24 September 1861 saat pasukan Pengeran Antasari mempertahankan Benteng Tundakan, terlihat tidak terawat.
Salah satu pemerhati sejarah Balangan, dharma setyawan mengungkapkan, keberadaan situs sejarah bukan hanya sekedar ornamen bukti suatu peristiwa namun, juga merupakan kawasan yang mempunyai makna kultural yang berupa nilai keindahan, sejarah, keilmuan, atau nilai sosial untuk generasi lampau, masa kini, dan masa mendatang.
Benteng Tundakan sendiri, kata Dharma, merupakan salah tempat yang termasuk garis pertahanan Pangeran Antasari di Hulu Sungai.
Khusus perlawan melawan Belanda di Kawasan Banua Lima, Pengeran Antasari menunjuk Tumenggung Jalil sebagai panglima perang di wilayah Banua Lima dan diberi gelar Kiai Adipati Anom Dinding Raja oleh Pangeran Hidayatullah.
“Atas dasar penunjukan itulah, Tumenggung Jalil mempersiapkan beberapa kubu pertahanan di sekitar Balangan, yaitu benteng Batumandi dan benteng Kusambi. Benteng Batumandi dipimpin oleh Pangeran Syarif Umar dan Pangeran Usman serta Demang Lehman, sedangkan Tumenggung Jalil sendiri mempersiapkan dikawasan Kusambi, Lampihong, Layap dan Muara pitap,” bebernya.
Keberadaan Benteng Tundakan, lanjut salah staf pengajar di SMAN 1 Paringin ini, merupakan tempat krusial yang digunakan pejuang dibawah pimpinan Pengeran Antasari sekitar 1858 hingga 1861 silam saat melawan penjajah Kolonial Belanda.
Namun sayang, kata Dharma pria ini akrab disapa, pada 24 September 1861 sekitar 300 orang tentara Belanda dipimpin oleh Kapten Van Langen dan Kapten Van Heyden mengepung Benteng Tundakan dan dalam petempuran itu Tumengung Jalil gugur sebagai pahlawan.
“Ketokohan Tumengung Jalil sebagai tokoh besar pahlawan banjar harus kitainformasikan, dipelajari dan diteladani. Karena dari sosok seorang Jalil yang merupakan rakyat bisa (Jaba) kita bisa belajar bagaimana pentingnya mempertahankan harga diri bangsa yang bermartabat,” bebernya.
Untuk itu, lanjut Alumni Fisip Unlam ini, keberadaan situs sejarah seperti Benteng Tundakan serta ketokohan Tumengung Jalil agar dipelihara keberadaannya karena pelestarian situs sejarah akan memberikan ikatan kesinambungan yang erat, antara masa kini dan masa lalu.
Pemahaman yang dangkal tentang kesejarahan mendegradasi intelektualitas dan moral generasi muda, jangan lupa bahwa mempelajari sejarah adalah mengenai mempelajari pengalaman masa lalu untuk merajut masa depan.
“Karena dengan lestarinya situs sejarah kita dapat lebih mudah mengetahui peristiwa maupun sikap, ide-ide, filosofi, kepercayaan, keindahan, dan pola kehidupan dimasa lalu yang bisa kita jadikan panutan dimasa sekarang dan akan datang. Generasi muda yang buta sejarah adalah generasi yang kehilangan identitas dirinya,” pungkasnya. (sugi)

No comments:

Post a Comment

Waspada Kematian Bayi Masyarakat khususnya para orang tua, dimintai mewaspadai pada bulan februari sampai April mendatang. ...