Saturday 10 December 2016




Tagapit, Dayak Ma’anyan Warukin Tetap Ekses

“Setelah menemukan ‘tanah berjanji’ Werukin, Nawuraha pergi ke Paring Lahung menjemput keluarga dan tunangannya, kemudian bersama 40 kerabatnya, Nawuraha membuka hutan untuk ladang dan perkampungan’’ itulah sepanggal petikan cerita legenda tentang asal usul desa Warukin Kecamatan Tanta yang hingga kini menjadi satu-satunya tempat di Kabupaten Tabalong yang dihuni oleh komunitas subetnis suku Dayak Ma’anyan.
Nawuraha sendiri menurut cerita, merupakan anak seorang Demang di Paring Lahung wilayah Muara Tewe, Barito Utara Kalteng, berparas tampan, berperilaku santun dan sakti. Karena ketampanannya, Nawuraha menjadi incaran banyak gadis di kampung Paring Lahung.
Nawuraha berpacaran dengan dengan siapa saja yang dirinya sukai. Akibat prilakunya inilah dirinya sering kena denda adat (singger/Japin) hingga pada satu kejadian Nawuraha dijebak oleh para perempuan yang iri karena Nawuraha akan menikah, sehingga dirinya kena hukuman diasingkan dari kampung (Bangkat) yang kemudian mengantarkannya ke daerah Weruken yang kini menjadi tempat tinggal komunitas suku dayak Ma’anyan di Tabalong.
Bahkan hingga sekarang eksistensi Dayak Ma’anyan atau sering disebut Dayak Warukin ini masih terjaga dengan baik dimana hukum adat dan kebudayaan orang dayak Ma’anyan selalu menjadi pilihan utama dalam kehidupan sosial dan budaya mereka sehari-hari namun tanpa, harus menampikan keberadaan kemajuan teknologi dan informasi yang ada.
Menurut salah satu tokoh masyarakat dayak Ma’anyan Warukin Andreas Buje, meski pemukiman Dayak warukin terdapat dalam kewilayahan yang disekitarnya adalah pemukiman suku Banjar namun, eksistensi kehidupan masyarakat sesuai aturan dayak Ma’anyan terus berjalan berdampingan tanpa ada kendala.
“Kalau istilah saya, kami dayak Ma’anyan Warukin ini “Tagapit tapi tetap eksis,’’ ujar ketua Sanggar Batung Mira Putut ini.
Istilah ini menurut Andreas, tidak terlepas dari kondisi teritorial Warukin yang disekelilingnya merupakan wilayah yang dihuni komunitas Banjar muslim, sehingga Warukin menjadi satu-satunya desa di Tabalong yang dihuni oleh komunitas dayak Ma’anyan.
Bahkan karena tagapit inilah, lanjut Andreas, istilah nama Warukin ini timbul, padahal dulunya namanya ‘Weruken’ bukan ‘Warukin tapi karena logat Banjar sulit menyebut Weruken maka lama kelamaan menjadi Warukin.
Sedangkat menurut Kepala Adat Dayak Ma’anyan Warukin, Roedy Lucky mengungkapkan, Dayak Warukin merupakan bagian dari Ma’anyan Benua Lima atau bahasa dayak Ma’anyannya disebut Paju Lima, yang merupakan subetnis Ma’anyan yang terdapat di kecamatan Benua Lima Kabupaten Barito Timur Kalteng yang secara langsung berbatasan dengan Kabupaten Tabalong.
Karena bagian dari Ma’anyan Benua Lima, kata Roedy, upacara adat dan kebudayaan dayak Warukin sama persis dengan dayak Ma’anyan di Kalteng meskipun ada sebutannya yang berbeda.
Dirinya mencontohkan, rukun kematian Kaharingan pada Dayak Warukin disebut mambatur, istilah ini pada subetnis Maanyan Benua Lima pada umumnya disebut marabia.
Di Tabalong sendiri, ada empat wilayah keadatan Dayak yakni, wilayah keadatan Dayak Maanyan di desa Warukin, wilayah keadatan Dayak Deyah Kampung Sepuluh, meliputi sepuluh desa di kecamatan Upau, Haruai, dan Bintang Ara, wilayah keadatan Dayak Deyah Muara Uya dan Jaro dan wilayah keadatan Dayak Lawangan di desa Binjai kecamatan Muara UyaBerjalan Berdampingan Ma'anyan dan Banjar

Dalam perkembangannya, suku dayak Ma'anyan berdasarkan adat istiadatnya hanya terbagi menjadi 3 yaitu, Maanyan Paju Epat, Ma'anyan Kampung Sepuluh, dan Ma'anyan Benua Lima. Nah dayak Ma'anyan Warukin sendiri masuk di Ma'anyan Benua Lima yang berpusat di kecamatan Benua Lima Kabupaten Barito Timur (Bartim), Kalteng.
Karena inilah, meski Dayak Ma'anyan Warukin secara administrasi berada di Kecamatan Tanta Kabupaten Tabalong, namun secara kultur budaya adat termasuk keterkaitan dengan ritual adat (relegi) hampir semua berasal dari Kalteng.
Menurut Andreas Buje tokoh dayak Ma'anyan Warukin, saking dekatnya dengan Ma'anyan Benua Lima semua aktivitas keadatan selalu merujuk ke Kalteng yakni, Ma'anyan Benua Lima di Bartim.
Meski demikian, kata Andreas begitu tokoh Ma'anyan ini kenal, secara kelembagaan adat yang resmi Warukin masuk keadatan Tabalong yang membawahi 4 wilayah keadatan Dayak yang terdiri dari subetnis, Dayak Maanyan, Dayak Deyah Kampung Sepuluh dan Dayak Lawangan.
"Secara administrasi dan dewan adat kita masuk Tabalong, tapi urusan penegakan hukum adat maupun ritual adat kita di Warukin ikut kedemangan Benua Lima. Artinya kami ini Tabalong tapi Rasa Bartim atau Kalsel rasa Kalteng," ungkap Adreas sambil tertawa renyah.
Dayak Ma'anyan Warukin bukan hanya menjadi bukti terjadinya
akulturasi kewilayahan antara Kalsel dan Kalteng, tetapi juga merupakan bukti keselarasan antara hukum adat (kearifan lokal) yang bersifat terbatas ruang lingkupnya dengan hukum negara yang bersifat luas.
Keselarasan ini, menurut Adreas, ditandai dengan masih dipakainya ketentuan adat (hukum adat) dalam penyelesaikan berbagai permasalahan dimasyarakat.
"Kita selalu mengutamakan berbagai permasalahan yang terjadi sesuai hukum adat, jika sudah tidak bisa diselesaikan dengan adat baru kita bawa ke ranah hukum negara," bebernya.
Selama ini berjalan, lanjut pria kelahiran 25 Mei 1962 silam ini, hampir semua berjalan dengan mulus tanpa ada pertantangan di masyarakat.
"Penyelesaian dengan hukum adat bukan hanya berlaku bagi kami masyarakat Dayak Ma'anyan tapi juga bagi masyarakat Banjar Muslim yang tinggal di Warukin," jelasnya.

No comments:

Post a Comment

Waspada Kematian Bayi Masyarakat khususnya para orang tua, dimintai mewaspadai pada bulan februari sampai April mendatang. ...