Saturday, 10 December 2016

Mulai Hukum Adat Hingga Tolerensi Berjalan Baik di Warukin

Kehidupan masyarakat Dayak Ma'anyan Warukin berjalan selaras dan berdampingan dengan masyarkat banjar muslim yang sejak puluhan tahun lalu telah menjadi warga desa Warukin.
Keharmonisan antar etnis dayak dan banjar di Warukin, bukan hanya tergambar pada kehidupan tolerensi dalam beragama tapi juga dapat dilihat dari kegotong royongan dan pengunaan hukum adat dari dua suku berbeda yakni, Maanyan dan Banjar dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut salah satu tokoh banjar sekeligus Muslim di Warukin Idrus mengakui, jika selam ini kehidupan di Warukin berjalan selaras walaupun beragam suku dan agama ada di Warukin.
Bahkan kondisi ini, kata serjana hukum lulusan Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sultan Adam Banjarmasin ini, sudah berlangsung sejak tiga genarasi lalu hingga hari ini masih terjaga dengan baik.
"Jika ingin melihat tolerensi beragama dan kerukunan antar suku, silakan datang ke Warukin karena semua itu telah berlangsung disini," ungkapnya.
Bukan hanya masalah tolerensi kehidupan beragama, tapi menurut Idrus di Warukin inilah terciptanya kesepahaman dan kebersamaan begaimana berkehidupan ditengah keanekaragaman.
"Untuk urusan pelaksanaan adat dan kebudayaan saudara kami Dayak Ma'anyan misalnya, kami selalu terlibat dengan ikut membantu, baik berupa tenaga, pikiran maupun dana," ungkapnya.
Begitu pula sebaliknya, masyarakat dayak Ma'anyan juga sudah menjadi bagian dari kehidupan sosial bagi kelompok Banjar Muslim di Warukin.
"Bahkan untuk penyelesaian masalah yang melibatkan masyarakat antar suku, juga diselesaikan dengan mengunakan ketentuan adat masing-masing yakni, dayak Ma'anyan dan Banjar," jelasnya.
Apalagi selama ini, lanjut dia, secara kelembagaan adat di Warukin bukan hanya terdiri dari masyakarat adat dayak ma'anyan tapi juga melibatkan kelompok banjar.
"Secara kehidupan sosial kita di Warukin menjadi satu. Misalnya ada aruh adat kita etnis banjar pasti turut serta ikut, tetapi untuk pelaksanaan ritual yang berkaitan dengan keyakinan kita tidak terlibat, hal sangat dipahami oleh saudara kita dayak ma'anyan sehingga kehidupan bermasyarakat berjalan dengan harmonis," ungkap.
Senada dengan itu, menurut tokoh dayak Ma'anyan Warukin Andreas Buje, apa yang ditunjukan masyarakat Warukin sangat menjungi namanya tolerensi dalam segenap sendi kehidupan.
"Kita di Warukin ini, bukan hanya disatukan oleh rasa tolerensi dan rasa persaudaraan, tetapi juga sudah ada ikatan darah yang terjadi antar masyarakat khususnya dalam hal perkawinan," ungkapnya.
Salah bukti kebersamaan dan kesatuan di Warukin, lanjut Adreas, ialah saat dilakukannya ritual Ipaket (Pagar Banua) ritual ini merupakan pengucapan syukur atas hasil bumi yang didapat dan permohonan perlindungan spiritual bagi masyarakat yang mendiami wilayah keadatan Dayak Maanyan Warukin dari segala marabahaya.
Dalam ritual adat Pagar Banua ini, lanjut dia, ada yang disebut “Tampadi Pisan” dimana semua kegiatan atau aktivitas yang berhubungan dengan kegiatan sehari-hari, terutama masuk hutan, menggali tanah, membabat/menebang pohon atau membunuh hewan sangat dilarang dilakukan.
"Pelaksanaan 'Tampadi Pisan' ini ditaati oleh seluruh masyarakat Warukin termasuk Banjar Muslim. Ini mendakan jika Warukin itu satu," tuturnya.
'Tampadi Pisan' dalam ritual Pagar Banua ini sama seperti pelaksanaan Nyepi di masyarakat Hindu Bali, dimana masyarakat dilarang beraktivitas diluar yang telah ditentukan. Pelanggaran paling berat adalah perbuatan yang mengeluarkan darah, seperti memotong hewan atau pembunuhan. Ada sanksi adat berlaku untuk semua pelanggaran tersebut. Semua masyarakat tidak terkecuali kelompok atau badan hukum/usaha yang berada di wilayah keadaatan Dayak Maanyan Warukin harus mematuhi aturan Tampadi Pisan ini.

No comments:

Post a Comment

Waspada Kematian Bayi Masyarakat khususnya para orang tua, dimintai mewaspadai pada bulan februari sampai April mendatang. ...